ICW Sebut Jokowi Gagal Jadi Panglima Besar Berantas Korupsi

Presiden Jokowi Menghadiri KTT Asia-Europe Meeting (ASEM) ke-13 Secara Virtual
Sumber :
  • Lukas - Biro Pers Sekretariat Presiden

VIVA – Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut Presiden Joko Widodo atau Jokowi gagal menjadi panglima besar dalam upaya pemberantasan korupsi di Tanah Air. Kritikan ICW disampaikan bertepatan dengan momentum Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) yang jatuh pada Kamis, 9 Desember 2021.

Koordinator ICW, Adnan Topan Husodo mempertanyakan komitmen Presiden Jokowi dalam agenda pemberantasan korupsi. Sebab, kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini rontok dengan alih pegawainya menjadi aparatur sipil negara (ASN). Pun, KPK saat ini dipimpin figur yang bermasalah.

"Sehingga Presiden gagal menjadi panglima besar dalam agenda pemberantasan korupsi," kata Topan dalam keterangan tertulisnya.

Topan mengatakan kondisi pemberantasan korupsi saat ini semakin mendekati titik nadir. Dia bilang, fenomena state capture, di mana cabang-cabang kekuasaan negara semakin terintegrasi dengan kekuatan oligarki untuk menguasai sumber daya publik.

Dia juga menyoroti cara-cara korup dan kemampuan untuk meruntuhkan sistem penegakan hukum terjadi di berbagai bidang.

"Demikian halnya, penanganan pandemi COVID-19 justru dimanfaatkan sejumlah elite politik dengan pelaku bisnis untuk meraup keuntungan di tengah kemerosotan ekonomi dan peningkatan masalah sosial," sebut Topan. 

Petugas membersihkan logo Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Bagi dia, janji pemerintah untuk memperkuat pemberantasan korupsi tidak terwujud. Namun, dia menilai masyarakat saat ini jadi korban atas kejahatan korupsi.

Dia lebih jauh menjelaskan, dalam satu tahun terakhir masyarakat bisa melihat jelas agenda pemberantasan korupsi era Jokowi yang semakin dikesampingkan. Ia menyampaikan demikian karena merujuk dari aspek penegakan hukum, kebijakan atau keputusan yang diambil yang justru tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi.

"Misalnya putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak pengujian materi UU KPK, penghapusan syarat memperketat remisi bagi pelaku korupsi oleh Mahkamah Agung, hingga vonis ringan atas kasus korupsi yang melibatkan pejabat politik," kata Topan.

Sementara, peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyindir janji penguatan KPK oleh Presiden Jokowi jauh panggang dari api.

Kurnia mencontohkan, kebijakan politik revisi UU KPK, terpilihnya komisioner KPK bermasalah, pemecatan puluhan pegawai lembaga antirasuah secara ugal-ugalan melalui Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), mencerminkan bukti pelemahan antikorupsi dengan alih-alih penguatan.

"Celakanya, Presiden tidak mengambil tindakan berarti, meskipun rekomendasi lembaga negara seperti Ombudsman dan Komnas HAM yang menemukan praktik pelanggaran serius atas TWK KPK," kata Kurnia.

Kurnia menambahkan, meredupnya kebijakan politik untuk memperkuat agenda pemberantasan korupsi dapat dilihat dari politik legislasi nasional.

Sejumlah regulasi penting seperti Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset, Rancangan Undang-Undang Pembatasan Transaksi Uang Kartal, dan Revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak pernah dimasukkan dalam program legislasi nasional prioritas.

Jokowi Bertemu Kiai Khos NU Jawa Tengah di Solo Jelang Pencoblosan Pilkada, Ada Apa

Kurnia melanjutkan, merosotnya upaya pemberantasan korupsi berimbas pada buruknya pengelolaan etika pejabat publik. Lalu, praktik rangkap jabatan publik, menyatunya kepentingan politik dan bisnis, seperti konflik kepentingan pejabat dalam dugaan bisnis PCR dan obat-obatan dalam penanganan pandemi COVID-19.

Maka itu, momentum Hari Antikorupsi Dunia ini, menurut Kurnia, patut dirayakan dengan kesedihan. Masyarakat perlu menyadari bahwa menyandarkan harapan tinggi pada negara untuk memberantas korupsi akan jatuh pada mimpi belaka.

Isi Amplop Serangan Fajar Gubernur Bengkulu yang Kena OTT KPK Senilai Rp 50 Ribu

"Karena korupsi selalu mengorbankan kita sebagai warga masyarakat, momentum hari Antikorupsi Dunia ini dapat menjadi titik balik perlawanan masyarakat terhadap korupsi," ujar Kurnia.

Kena OTT KPK, Golkar Minta Rohidin Mersyah Taat Proses Hukum
Mantan anggota Wantimpres Sidarto Danusubroto

Eks Wantimpres Kecewa, Bilang Harusnya Jokowi Jadi Negarawan saat Pilkada

Eks Wantimpres Sidarto Danusubroto mengaku kecewa dengan Mulyono, nama yang belakangan identik dengan Jokowi.

img_title
VIVA.co.id
25 November 2024