Harsi Ratapi Warung Tengklengnya Mendadak Sepi, Ternyata karena Medsos
- VIVA/Fajar Sodiq
VIVA – Harsi, pemilik warung tengkleng di Jalan Kunir V, Solo Baru, Kecamatan Grogol, Sukoharjo, Jawa Tengah, dalam sepekan terakhir menjadi buah bibir. Bermula unggahan di media sosial yang menyebut harga masakan tengkleng yang dia jual tak wajar. Dua porsi tengkleng dihargai Rp150 ribu.
Warung bersahaja di pinggir Jalan Kunir, Solo Baru, Grogol, Kabupaten Sukoharjo, itu bersebelahan dengan penjual es kelapa muda. Bangunan warungnya tidak permanen, melainkan tenda terpal denga dua meja makan di dalamnya, satu meja untuk perabotan, dan tungku dengan panci berisi tengkleng siap saji.
Spanduk berwarna merah melingkupi warungnya, bertuliskan rincian harga: porsi besar Rp30.000 dan porsi kecil Rp15.000. Belakangan, spanduk ini disebut-disebut oleh warganet yang membuat pembeli terkecoh untuk mampir menikmati tengkleng olahan Bu Harsi.
"Spanduk itu cuma pemberian. Saya enggak sekolah. Saya enggak tahu apa-apa (soal warungnya yang viral). Saya cuma membatin (bertanya-tanya): kenapa seminggu terakhir ini, enggak ada pembeli yang datang. Dikasih tahu, ternyata di internet, di HP, itu warung saya dianggap mahal," katanya saat ditemui VIVA di warungnya.
Perempuan berusia 60 tahun itu berterus terang, ini menjadi kejadian pertama selama 35 tahun berjualan tengkleng. Awalnya dia berjualan di utara jalan, karena ada penataan jalan, dia pindah ke sisi selatan.
Semenjak suaminya meninggal dunia, Harsi memang harus banting tulang sendiri. Ia sukses membiayai dua anaknya sekolah. Kini anak-anaknya sudah berkeluarga dan mandiri.
"Saya itu masak sendiri: jam tiga (dini hari) bangun, kemudian masak. Jam lima pagi belanja naik ojek. Jam tujuh pagi udah buka, diantar tukang becak," katanya.
Harsi memang tidak membuat daftar menu masakan tengkleng di warungnya secara lengkap karena ia mengaku tidak bisa membaca dan menulis. Sebagai penjual yang ingin dagangan laku, dia akan menawarkan olahannya yang lain, misal ingin menambah varian tulang atau iga. Harsi baru menyebutkan harga menu tengkleng setelah pembeli akan membayar.
Dia tak tahu kalau harga varian tengkleng itu dianggap mahal. Tetapi dia berharap orang mengetahui bahwa varian seperti pipi, lidah, atau iga harganya Rp50.000. Lagi pula bagian-bagian itu utuh dan tak dipotong-potong sehingga dia menganggap harga itu masih wajar.
Ia kemudian merinci harga tengkleng yang dia jual. Karena tak ada daftar menu, harga itu tak diketahui oleh pembeli. "Porsi komplet, yakni pipi dua, telinga dua, lidah dan otak, harganya Rp150.000," ujarnya.
Kemudian paket kecil berisi telinga dan tambahan daging Rp15.000. Paket sedang terdiri pipi atau telinga, dan tambahan daging Rp30.000. Sedangkan paket besar terdiri pipi, lidah, iga seharga Rp 50.000. Sedangkan seporsi nasi Rp5.000 dan es teh manis Rp2.000.
Meski ada patokan harga yang tidak tertulis itu, ia tidak menolak tawaran untuk melayani pembeli dengan porsi sedikit. Misalnya, ada yang ingin beli tulang belulang Rp10.000, ia tetap layani.
"Saya kulakan saja sudah mahal," ujarnya, memohon pengertian pembeli. "Lha, kalau pembeli minta komplet (tetapi dengan harga murah), terus nanti yang nomboki siapa."
Dengan air mata berlinang, Harsi berharap warung tengklengnya kembali ramai, selaian tak lagi dianggap mematok harga kemahalan. Dia bercerita, biasanya masakannya yang terdiri 4 kilogram daging kambing plus dua kepala mesti habis. Tetapi sekarang 2 kilogram saja masih tersisa.