ICW Heran Kejagung Tidak Tuntut Hukuman Mati Pinangki

Jaksa Pinangki
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

VIVA – Indonesia Corruption Watch (ICW) merasa heran dengan sikap Kejaksaan Agung (Kejagung) yang memaksimalkan hukuman mati kepada pelaku dugaan korupsi di PT Jiwasraya dan PT Asabri, namun hanya tuntutan rendah saat mengusut oknum Jaksa yang korupsi.

Yusril Didatangi Dubes Prancis, Bahas Pemindahan Penahanan Terpidana Mati Serge Atlaoui

“ICW cukup kaget dengan sikap Jaksa Agung, kenapa perkara-perkara seperti Jiwasraya dan Asabri tuntutannya sangat tinggi, sedangkan terhadap (eks Jaksa) Pinangki yang notabene berprofesi sebagai penegak hukum, melakukan banyak kejahatan, dan bekerjasama dengan buronan, malah sangat rendah?,” kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada awak media, Rabu, 8 Desember 2021.

Jaksa Pinangki

Photo :
  • ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Terancam Hukuman Mati, Mary Jane Akhirnya Disambut Pelukan Hangat Keluarga di Filipina

Lebih jauh Kurnia beranggapan, hukuman mati bukan merupakan jenis pemidanaan yang ideal bagi pelaku korupsi. Sebab, hingga saat ini belum ada literatur ilmiah yang bisa membuktikan bahwa hukuman mati dapat menurunkan angka korupsi di suatu negara.

“Justru negara-negara yang menempati posisi puncak dalam Indeks Persepsi Korupsi atau dianggap paling bersih dari praktik korupsi tidak memberlakukan hukuman mati,” kata Kurnia.

Dipindah ke Filipina, Status Hukuman Mary Jane Diubah Jadi Seumur Hidup

Bagi ICW, lanjut Kurnia, hukuman yang ideal bagi pelaku korupsi yakni kombinasi antara pemenjaraan badan dengan perampasan aset hasil kejahatan atau sederhananya dapat diartikan pemiskinan. Sayangnya, dua jenis hukuman itu masih gagal diterapkan maksimal.

“Dalam catatan ICW, rata-rata hukuman koruptor hanya 3 tahun 1 bulan penjara. Begitu pula pemulihan kerugian keuangan negara yang sangat rendah,” kata Kurnia.

Tidak hanya itu, kata Kurnia, perbaikan mendasar untuk menunjang kerja penegak hukum agar bisa menghukum maksimal pelaku korupsi juga enggan ditindaklanjuti oleh pemerintah dan DPR.

Misalnya, RUU Perampasan Aset dan Revisi UU Tipikor. Dua regulasi itu selalu menjadi tunggakan, bahkan perkembangan terbaru juga tidak dimasukkan dalam daftar prolegnas prioritas 2022.

Baca juga: Haris Azhar: Hukuman Mati Dibatalkan Jika Penegak Hukum Masih Korup

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya