Geger Pulau Kelor yang Hampir Dijual ke Asing, Kini Disegel KPK

Penyegelan Pulau Kelor oleh KPK.
Sumber :
  • VIVA/Jo Kenaru

VIVA – Tidak saja memasang papan pelanggaran di hotel-hotel berbintang dan kapal phinisi di Labuan Bajo Kabupaten Manggarai Barat Nusa Tenggara Timur (NTT), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Pemda Manggarai Barat dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) juga menyegel Pulau Kelor

MK Putuskan KPK Berwenang Selidiki Kasus Korupsi yang Libatkan Oknum Militer, Ini Kata Mabes TNI

Penyegelan pulau berpasir putih ini dilakukan pihak KPK pada Selasa 7 Desember 2021. Penyegelan kawasan Pulau Kelor dilakukan karena kawasan tersebut merupakan kawasan Hak Guna Bangunan (HGB) oleh PT Royal Komodo.

Sebelumnya viral diberitakan bahwa Pulau Kelor dijual oleh orang asing melalui situs penjualan OLX dengan harga Rp100 miliar. Penjualan pulau yang berlokasi di Desa Pasir Panjang, Kecamatan Komodo ini dilakukan oleh Marketing Ray Propertindo, Timothy R. White yang berkantor di Bali.

MK Putuskan KPK Berwenang Usut Korupsi Militer, Nurul Ghufron Bilang Begini

Pulau dengan kawasan seluas 4,6 hektare dari total luas Pulau Kelor seluas 7,3 hektare terlantar sejak tahun 2011.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango mengatakan, KPK boleh mengintervensi program pengelolaan aset pemerintah daerah untuk mengantisipasi tindak pidana korupsi.

Anggaran Makan Bergizi Gratis Jadi Rp 10.000 Per Anak, Prabowo Beberkan Itung-itungan Pemerintah

"Terkait management aset pemerintah daerah, kita lakukan penertiban aset pemerintah daerah termasuk Pulau Kelor," terangnya kepada wartawan di Pulau Kelor.

Nawawi juga menegaskan, tindak pidana korupsi itu tindak pidana luar biasa maka cara penangananya juga harus luar biasa.

"Tindak pidana korupsi itu adalah tindak pidana luar biasa, maka cara-cara penanganannya juga harus luar biasa. Kita dari tadi ke hotel dan restoran itu semua dalam rangka program optimalisasi pendapatan daerah melalui sektor pajak daerah dan penertiban aset seperti yang kita lakukan sekarang (Pulau Kelor) merupakan bagian dari upaya optimaslisasi aset daearah," tambahnya.

Sementara Bupati Manggarai Barat, Edistasius Endi mengungkapkan, Pulau Kelor saat ini sedang dalam pengawasan pemerintah.

“Sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2020 tentang penertiban kawasan dan tanah terlantar bahwa badan usaha atau perorangan kalau sudah mengantongi HGU dan HGB maka harus optimalisasi lahan apabila tidak dilakukan maka tanah ini menjadi status tanah terlantar dan menjadi milik pemerintah,” terang Edi Endi.

Menurut Edi, batas waktu optimalisasi kawasan HGB berlaku hanya dua tahun. Jika dalam masa HGB kawasan itu tidak dioptomalisasi, maka kawasan itu dikategorikan sebagai tanah terlantar.

"Pulau Kelor telah di HGB pada tahun 2011 dan hingga hari ini tidak dioptimalisasi atau dibangun usahanya. Maka KPK, Pemda Mabar dan BPN menetapkan tanah ini sebagai tanah terlantar, artinya tanah pemerintah," tegas dia.

Pulau Kelor.

Photo :
  • http://www.cumilebay.com

Ketika dicecar apakah penyegelan Pulau Kelor masih berkaitan dengan pemberitaan pulau tersebut telah dijual pihak asing, Edi Endi hanya membalas dengan senyum.

Dia lalu mengatakan belum mengambil sikap hukum kepada pihak yang telah menjual Pulau Kelor.

"Ini belum masuk transaksi, sehingga kita belum mengambil sikap secara hukum. Tetapi yang pasti, tanah atau pulau ini dikuasai oleh negara," jelasnya.

Bupati Manggarai Barat itu juga menegaskan karena telah menjadi tanah negara, maka pemegang HGB tidak lagi berkuasa di atas tanah itu. "Kami pastikan HGB-nya akan dicabut," tegas dia lagi.

Untuk diketahui, penjualan Pulau Kelor mencuat setelah seseorang yang mengaku bernama Vinsen mengklaim lokasi tanah yang dijual di situs Olx itu merupakan tanah milik perusahaannya.

"Mohon maaf, saya mau klarfikasi bahwa tanah yang dijual di situs Olx itu tanah milik perusahaan kami. Kami tidak tahu, kenapa tiba-tiba tanah itu dijual di situs Olx," jelasnya kepada pewarta.

Vinsen merupakan owner Souvenir Exotic yang berdomisili di Labuan Bajo.

Laporan kontributor tvOne: Jo Kenaru/NTT 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya