JK Sebut NU Seperti Frenchise McDonalds, Muhammadiyah Perusahaan

Jusuf Kalla.
Sumber :
  • Syaefullah/VIVA.

VIVA – Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia, Muhamad Jusuf Kalla mengalogikan, bahwa di oganisasi Islam Nahdtlatul Ulama (NU) seperti layaknya waralaba atau franchise.

Luhut: NU Harus Memimpin Upaya Perdamaian di Timur Tengah

"Bahwa ribuan pesantren di Indonesia ini yang sebagian besar dimiliki oleh NU. Tapi bukan milik NU, milik orang NU, ada bedanya," kata JK dalam acara Halaqah Satu Abang NU di kantor DPP PKB, Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat, Kamis, 2 Desember 2021.

Dia mengungkapkan, hal itu berbeda halnya dengan organisasi Muhammadiyah. Punya rumah sakit, punya sekolah itu milik arsip Muhammadiyah. Tapi, kalau NU milik orang-orang para kiai NU.

Hadiri Tanwir I Pemuda Muhammadiyah, Ini Kata Gibran

"Jadi saya sering minta maaf. Saya katakan kalau NU itu kaya franchise, McDonald, semua itu McDonalds itu adalah yang punya beda-beda. Kalau Muhammadiyah murni company, dari atas sampai ke bawah dia punya. Tapi, dua-duanya hebat," ujarnya.

Bayangkan hebatnya McDonald. Kata dia, pemiliknya berbeda-beda tapi mereka punya sistem yang dikontrol kepemilikannya nomor dua. Tapi sistemnya yang terkontrol dan teruji.

Majelis Masyayikh Sebut UU Pesantren Cetak Generasi Santri Berdaya Saing

"Saya katakan orang-orang NU itu entrepreneurship-nya itu tinggi. Karena bisa dirikan pesantren puluhan ribu tanpa campur tangan Pemerintah," ujarnya.

Ilustrasi/Lambang NU (Nahdlatul Ulama)

Photo :

JK mengakui bahwa dalam bidang ekonomi, umat Islam itu selalu kalah. Jika ada 10 orang kaya itu hanya 1 yang muslim. Sebagaimana contohnya, saat ini Hanya Chairul Tanjung dari 10 orang kaya yang masuk daftar, dari ponpes cuma 1.

"Artinya kalau ada 100 orang miskin, saya kira 90 umat. Jadi bagaimana pincangnya ekonomi kita. Sehingga kepincangan ekonomi harus diakali dengan semangat entrepreneurship," ujarnya.

Intinya, kata dia, pedagang itu bukan dari pendidikan. Tapi sekiranya pendidikan itu menjadi unsur utama orang maju dalam perdagangan.

"Karena orang kaya zaman dulu pendidikannya sangat sederhana, bapak saya umur 3 SD tamat tapi jadi pedagang besar. Begitu juga lain-lain, orang Tionghoa juga begitu," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya