Pemekaran Wilayah di Papua, Apakah Jadi Solusi Permasalahan yang Ada
- bbc
- Papua akan dimekarkan menjadi lima wilayah, kata Mahfud MD
- Papua: Pemekaran wilayah `tak libatkan warga asli`, diklaim demi kesejahteraan warga lokal
- Wacana pemekaran wilayah Papua Selatan: `Hanya akan memperpanjang masalah`
MRP juga menentang pemekaran wilayah yang diamanatkan dalam UU Nomor 2 tahun 2021, yang baru disahkah pada Juli lalu.
Ketua MRP Timotius Murib mengatakan pemekaran wilayah terlalu dipaksakan, meskipun sebenarnya baik untuk dilakukan. Kata dia, perlu ada evaluasi secara menyeluruh terhadap penerapan otsus selama 20 tahun terakhir, yang diatur dalam undang-undang sebelumnya, yaitu UU Nomor 21 Tahun 2001.
"Dulu kan kami minta merdeka, bukan otonomi khusus. Lepas saja lebih baik, ngapain kita sama-sama terus kita menderita? Tetapi kemudian pemerintah pusat memberikan otonomi khusus untuk solusi, jalan tengah untuk memperbaiki nasib rakyat Papua," kata Timotius.
"Tapi dalam perjalanan pemerintah pusat tidak secara konsisten dan konsekuen dalam melaksanakan undang-undang otonomi khusus (UU Nomor 21 Tahun 2001) dengan baik. Dari 26 janji hanya 4 saja yang jalan."
Empat kewenangan itu adalah Gubernur dan wakil gubernur adalah orang asli Papua, ada Majelis Rakyat Papua, ada kursi pengangkatan orang asli Papua di DPRP, dan dana otonomi khusus.
"Hukum kita, infrastruktur hukum kita di Papua itu sangat buruk. Kemudian Jakarta memaksakan untuk pemekaran. Saya pikir pemekaran itu akan menghadirkan persoalan baru, penyakit baru," ujar Timotius.
Dia menduga, pemekaran wilayah di Papua dilakukan untuk memudahkan investor masuk untuk mengelola sumber daya alam Papua yang keuntungannya bakal diambil oleh pemerintah pusat, bukan untuk membangun manusia Papua.