Pengakuan 2 Pemburu Harta Karun Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit
- bbc
Perburuan harta karun yang diduga benda cagar budaya sulit dihentikan meski ada aturan yang melarang. Padahal jika terus dibiarkan, akan sulit bagi para arkeolog untuk meneliti serta mengungkap peradaban besar di Indonesia yang terjadi di masa lampau.
BBC News Indonesia mewawacarai dua pemburu harta karun Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit --mencari tahu bagaimana kerja mereka dan ke mana benda-benda itu dibawa.
Apa rasanya menemukan harta karun?
"Ada sensasi tersendiri saat ketemu barang-barang itu. Ada kepuasan. Sebuah prestasi bisa mendapatkan [harta karun] yang orang lain belum tentu bisa dapat. Saya bangga dong."
Perasaan itulah yang menuntun Asmadi menyelami Sungai Musi sedalam 35 meter selama hampir dua tahun demi memburu harta karun yang ia yakini peninggalan Kedatuan Sriwijaya --kerajaan maritim terbesar pada abad ke-7.
Pemuda kelahiran Pulau Kemaro ini adalah generasi pertama dari keluarganya yang berprofesi sebagai penyelam Sungai Musi.
"Orangtua saya pedagang ikan di pasar. Dulu dilarang menyelam sama orangtua tapi lama-lama saya nyelamaja, hahaha..." kata pria 26 tahun ini tertawa mengingat tingkah lakunya.
Di pulau yang terletak di tengah Sungai Musi ini, hampir 70% penduduknya merupakan penyelam.
Karena Sungai Musi menjadi jalur kapal pembawa kayu, maka warga pulau terbiasa menyelam untuk mengambil kayu-kayu yang terbawa aliran sungai dan dijual ke siapapun yang membutuhkan.
Namun, kejadian menggemparkan pada 2006 mengubah arah para penyelam.
Kala itu, kelompok penyelam dari kawasan Tangga Buntung menemukan arca perunggu berlapis emas. Temuan itu kemudian dijual ke luar negeri senilai Rp1 miliar.
"Setelah itu banyak yang menyelam mencari harta karun."
"Tiap hari saya lihat banyak temuan. Kayaknya asyik, menantang, bisa dapat emas, porselen, koin-koin. Istilahnya `wah enak nih berburu harta karun`."
Asmadi belajar menyelam secara otodidak.
Awalnya ia masih ciut untuk terjun ke Sungai Musi.