4 Fakta Putusan MK Sebut UU Cipta Kerja Bertentangan dengan UUD 1945

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia / MKRI
Sumber :
  • vivanews/Andry Daud

VIVA –  Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyatakan, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dari Sungai hingga Laut, Dampak Polusi Plastik pada Ekosistem Perairan

Atas keputusan bahwa UU Ciptaker bertentangan dengan UU 1945, maka ada beberapa faktaterkait putusan MK yang perlu diperhatikan, yaitu:?

1. Inkonstitusional Bersyarat, Harus Diperbaiki

Pengamat Ingatkan Pemerintah Harus Antisipasi Penyebaran Paham Khilafah saat Pilkada

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional secara bersyarat.  

"Menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai tidak dilakukan perbaikan dalam waktu dua tahun sejak putusan ini diucapkan," demikian putusan MK yang dibacakan Ketua Anwar Usman, secara daring, Kamis 25 November 2021.

Isu Kelompok Rentan Mesti Bisa Dipertimbangkan Cagub dalam Programnya Jika Menang Pilkada

2. Lewat 2 Tahun Tak Diperbaiki, UU Cipta Kerja Tidak Berlaku

Majelis hakim Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional secara bersyarat dan memberi kesempatan kepada pembentuk undang-undang untuk memperbaiki Undang-Undang Cipta Kerja selama 2 tahun berdasarkan tata cara pembentukan undang-undang yang memenuhi cara dan metode yang pasti, baku, dan standar di dalam membentuk undang-undang.

"Apabila dalam waktu dua tahun, UU 11/2020 tidak dilakukan perbaikan, Mahkamah menyatakan terhadap UU 11/2020 berakibat hukum menjadi inkonstitusional secara permanen," katanya.

3. Dilarang Buat Aturan Baru

Menyatakan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan ini;

Selain itu, MK juga  menyatakan menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas dari UU Cipta Kerja, serta tidak dibenarkan pula untuk menerbitkan peraturan pelaksana baru.

“Menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja,” kataAnwar

 4. Empat Hakim MK Punya Pendapat Berbeda (Dissenting Opinion)

Empat hakim konstitusi mengajukan dissenting opinion  atau pendapat berbeda. Yakni Arief Hidayat, Anwar Usman, Daniel Yusmic P Foekh, dan Manahan Sitompul. Pada prinsipnya mereka menyatakan UU Cipta Kerja konstitusional.

Hakim konstitusi Arief Hidayat dan Anwar Usman menyatakan tidak ada alasan untuk menolak penerapan metode omnibus law meskipun belum diatur secara eksplisit dalam undang-undang pembentukan peraturan perundang-undangan. 

Sementara hakim konstitusi Manahan M.P. Sitompul dan Daniel Yusmic P. Foekh berpendapat bahwa sepanjang sejarah berdirinya MK, belum terdapat adanya penilaian yuridis terkait dengan metode apa yang baku dan bersesuaian dengan UUD 1945

"Artinya, metode lain dalam penyusunan peraturan perundang-undangan, termasuk metode omnibus, dimungkinkan pengadopsiannya ke dalam sistem hukum nasional manakala dipandang lebih efektif dan efisien untuk mengakomodasi beberapa materi muatan sekaligus, serta benar-benar dibutuhkan dalam mengatasi kebuntuan berhukum," kata hakim konsitusi. 

Apalagi, menurut Manahan Sitompul maupun Daniel Yusmic, pembentukan UU Cipta Kerja telah dilakukan secara terbuka dan melibatkan partisipasi publik sesuai dengan ketentuan Pasal 88 dan Pasal 96 UU No. 12/2011 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya