Reuni 212 akan Kembali Digelar, Apakah Masih Punya Kekuatan Politik?
- bbc
Meski tidak menyatakan diri sebagai gerakan politik, aksi reuni 212 beberapa kali digelar pada waktu yang berdekatan dengan pemilihan umum. Gerakan ini juga cenderung mendukung atau menguntungkan calon tertentu.
Aksi 212 pertama kali diselenggarakan pada 2 Desember 2016 untuk menggugat Gubernur DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Poernama (Ahok) dengan penistaan agama. Dari aksi tersebut kemudian berkembang kampanye "jangan memilih pemimpin non-Muslim" yang menguntungkan lawan-lawan Ahok dalam Pilkada 2017.
Reuni pada 2018 dihadiri oleh Prabowo yang mencalonkan diri dalam Pilpres 2019. Dalam reuni tersebut disuarakan dukungan terhadap Prabowo, dengan Rizieq Shihab - yang waktu itu masih di Arab Saudi - menyerukan "2019 ganti presiden".
Dan dalam reuni tahun 2019, dilaporkan ada pernyataan dukungan kepada Anies Baswedan untuk mencalonkan diri di pemilu 2024 - kendati Novel Bamukmin membantahnya dan mengatakan bila dukungan itu ada, itu merupakan pendapat pribadi dan tidak mewakili PA 212.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir gerakan ini kehilangan tokoh-tokoh sentralnya. Prabowo akhirnya bergabung dengan pemerintahan, Rizieq Shihab dipenjara, dan beberapa petingginya terjerat kasus hukum.
Ketiadaan tokoh yang menjadi simbol gerakan membuat 212 saat ini tak lagi sekuat dahulu, kata pengamat politik Islam dari Universitas Indonesia, Hurriyah.
"Ada faktor figur yang menurut saya akan menentukan. Bukan hanya figurnya tapi bagaimana figur tersebut juga mampu mem-frame, menciptakan isu yang kemudian menjadi isu bersama," ujarnya.