Cegah 'Pandemi Tersembunyi', RI-FAO Serukan Bijak Pakai Antimikroba

Pekan Kesadaran Antimikroba Sedunia di Bali, Rabu, 24 November 2021.
Sumber :
  • Kementan dan FAO Indonesia

VIVA – Pekan Kesadaran Antimikroba Sedunia diperingati sejak tanggal 18 November 2021 di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Acara puncak berlangsung hari ini, di Nusa Dua, Bali.

Dukung Gugus Tugas Ketahanan Pangan, Mendes ke Kapolda Banten: Kegiatan Bersejarah di Tanah Jawara

Dalam siaran pers Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), Rabu, 24 November 2021, disebutkan bahwa sejumlah hal disoroti dalam acara puncak Pekan Kesadaran Antimikroba Sedunia tersebut.

Di antaranya terkait resistensi antimikroba (AMR). AMR yang disebabkan oleh penggunaan antimikroba yang tidak tepat adalah ancaman yang cukup besar terhadap kesehatan global, keamanan pangan, ketahanan pangan, produksi tanaman dan ternak dan pembangunan ekonomi global. 

Mentan Bersama Kapolri dan Panglima TNI Launching Program Swasembada Pangan

Berdasarkan keterangan pers dari organisasi yang berada di bawah naungan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) ini, terdapat sekitar 700.000 kematian setiap tahunnya berkaitan dengan AMR. Karena itu AMR juga sering disebut sebagai "pandemi tersembunyi" yang mengancam kesehatan hewan dan manusia secara global. 

Kepala Perwakilan FAO di Indonesia Rajendra Aryal.

Photo :
  • Kementan dan FAO Indonesia
Brimob Siapkan 5 Ha Lahan di Karawang Timur Dukung Program Ketahanan Pangan

AMR dapat membuat ekonomi global kehilangan hingga 6 triliun dolar AS per tahun pada tahun 2050, atau setara dengan hampir 4 persen Produk Domestik Bruto (PDB) global. Hanya dalam sepuluh tahun, lebih dari 24 juta orang akan jatuh ke bawah garis kemiskinan akibat AMR, terutama mereka yang berada di negara berkembang. 

Meningkatnya angka kemiskinan akan meningkatkan angka kelaparan dan kekurangan gizi. Hal ini menunjukkan bahwa AMR dapat menghambat pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDG), khususnya tujuan kedua, yakni mewujudkan dunia tanpa kelaparan.

AMR tengah melonjak pada tahap yang mengkhawatirkan di berbagai belahan dunia, serta menghambat pengobatan penyakit infeksi menular - seperti pneumonia, tuberculosis, sepsis dan gonorea pada manusia. Demikian pula dengan penyakit infeksi pada hewan, khususnya ternak yang menjadi semakin sulit atau bahkan tidak mungkin untuk diobati, ketika antibiotik menjadi kurang efektif. 

Pada sektor pertanian dan peternakan hal ini menyebabkan kerugian produksi, menghancurkan mata pencaharian dan mengancam ketahanan pangan. Lebih parahnya, AMR dapat menyebar melalui beragam inang serta melalui lingkungan, yang membuat mikroorganisme yang resistan terhadap antimikroba dapat mencemari rantai pangan. 
 
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengemukakan, untuk sektor pertanian, peternakan dan kesehatan hewan, AMR menjadi ancaman serius bagi keberlanjutan ketahanan pangan, selain mengancam pengembangan kesehatan hewan yang berkelanjutan. Dalam hal ini, sektor pertanian sendiri akan sulit untuk menahan ancaman sebesar ini. 

"Untuk itu, kami berkomitmen untuk bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan untuk meningkatkan kapasitas sektor pertanian dalam mengelola risiko AMR dan membangun ketahanan terhadap dampak AMR,“ ujarnya saat memberikan sambutan secara virtual yang dilansir dalam siaran pers FAO, Rabu, 24 November 2021. 

Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo.

Photo :

Antimikroba memiliki peran penting dalam mengobati penyakit hewan penghasil pangan (baik darat maupun akuatik/perikanan), serta tanaman pangan, yang membantu menjamin ketahanan pangan. Obat-obatan ini digunakan untuk mengobati hewan yang sakit, atau untuk mencegah penyakit menyebar luas dalam kawanan ternak, kandang maupun peternakan. 

Penggunaan antimikroba yang berlebihan dalam pangan dan pertanian menyimpan risiko bagi sistem pangan, mata pencaharian masyarakat dan perekonomian. Selain berdampak buruk secara langsung pada hewan ternak, penyakit hewan juga dapat secara signifikan mempengaruhi produksi pangan, ketahanan pangan dan mata pencaharian petani/peternak. Segala dampak ini dapat diperparah oleh AMR. 

“Penggunaan antimikroba yang tidak tepat di bidang pertanian dan peternakan berkontribusi pada penyebaran AMR dan mengurangi efektivitas obat hewan. Sangatlah penting untuk memastikan obat-obatan ini tetap efektif dan tersedia bagi sektor pertanian dan peternakan,” kata Rajendra Aryal, Kepala Perwakilan Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) di Indonesia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya