Anggota MUI Tersandung Kasus Pendanaan Teroris
- Instagram @faridokbah_official
VIVA – Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri melakukan sejumlah penangkapan di awal pekan ini. Tiga orang tokoh agama diamankan di kawasan Bekasi, Jawa Barat, pada Selasa pagi, 16 November 2021, atas dugaan melakukan tindak pidana terorisme. Ketiga tokoh agama yang dibekuk Densus pada Selasa subuh adalah Ustaz Farid Okbah, Ustaz Zain An Najah dan Ustaz Anung Al-Hamat.
Farid Okbah merupakan pendiri Partai Dakwah Rakyat Indonesia atau PDRI yang menurut Densus, penangkapannya terkait dengan posisinya sebagai Dewan Syuro Jamaah Islamiyah atau JI dan Anggota Dewan Syariah Baitul Maal Lembaga Amal Zakat Baitul Maal, Abdurrahman bin Auf (LAZ BM ABA).
Sementara Zain An Najah diketahui adalah Anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, juga sebagai Dewan Syuro JI dan Ketua Dewan Syariah Lembaga Amal Zakat Baitul Maal, Abdurrahman bin Auf (LAZ BM ABA).Â
Sedangkan Anung Al-Hamat, seorang penulis dan tokoh agama, namum dikaitkan sebagai Pendiri LBH Perisai Nusantara Esa tahun 2017, sekaligus pengurus atas sebagai pengawas kelompok JI.
Ketiganya diduga berperan dalam lembaga pendanaan organisasi teroris JI, melalui Lembaga Amil Zakat Baitul Mal Abdurrahman Bin Auf (LAM BM ABA) serta LBH yang memberi advokasi terhadap terduga teroris melalui Perisai Nusantara Esa.
Ihwal keterlibatan ketiga tokoh agama dalam pusaran kasus pendanaan terorisme ini terungkap dalam berita acara penyidikan (BAP) para terduga teroris yang lebih dulu ditangkap. 28 BAP menyebut keterlibatan Farid Okbah, Zain An Najah dan Anung Al Hamat dalam kasus terorisme. Salah satunya dari keterangan Amir Jamaah Islamiyah (JI) Wijayanto yang sudah ditangkap Densus.
Dari keterangan Wijayanto, Tim Densus mempelajari pola rekrutmen dan pendanaan dari jaringan Jamaah Islamiyah. Ternyata, muncul dugaan Lembaga Amil Zakat Abdurrahman bin Auf mengkamuflasekan sejumlah kegiatan sosial untuk pendanaan untuk jaringan terorisme.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Rusdi Hartono menjelaskan sejak Amir JI yaitu para Wijayanto ditangkap pada 29 Juni 2019 ini bisa membuka daripada pintu masuk Densus 88 untuk lebih dapat memahami, mempelajari tentang kelompok JI tersebut.
"Karena hasil informasi yang diberikan oleh para Wijayanto dapat menggambarkan bagaimana struktur organisasi dari JI, bagaimana pola rekrutmen di dalam JI, menggambarkan pendanaan dari JI dan bagaimana strategi daripada JI itu sendiri," kata Rusdi di Mabes Polri pada Rabu, 17 November 2021.
Menurut dia, untuk mempertahankan eksistensi organisasi sangat dibutuhkan pendanaan. Tentunya, JI terus melakukan upaya bagaimana pendanaan didapat oleh organisasi untuk tetap mempertahankan eksistensi dari kelompok teroris JI ini.
"Ada dua sumber pendanaan, yakni pendanaan internal dan sumber dari eksternal," ujarnya.
Pendanaan internal, kata dia, kelompok ini meminta infaq setiap bulannya dari pendapatan seluruh anggota sekitar 2,5 persen. Kedua, sumber eksternal mendirikan Lembaga Amil Zakat Baitul Mal Abdurrahman bin Auf.
"Dengan kamuflase kegiatan-kegiatan dari Baitul Maal Abdurrahman Bin Auf ini untuk kegiatan pendidikan dan kegiatan sosial, tapi ada sebagian dari dana yang terkumpul sebagai dana untuk menggerakkan kelompok teroris JI tersebut," jelas dia.
Sejak 2019, kata Rusdi, dilakukan upaya-upaya penegak hukum terhadap pihak yang bekerja di dalam Baitul Maal Abdurrahman bin Auf tersebut. Baik yang ada di Jakarta, Sumatera Utara, Lampung, dan Medan.
"Upaya-upaya penegakan hukum terus dilakukan dan mendapatkan beberapa keterangan yang bisa dijadikan petunjuk oleh Densus 88 untuk menuntaskan kasus kelompok teror JI ini," ucapnya.
Sepak Terjang Mentor JI
Lebih jauh, Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorime (BNPT) RI, Brigjen Ahmad Nurwakhid mengungkap sepak terjang tersangka kasus terorisme Farid Ahmad Okbah sebagai fasilitator antara jaringan teroris JI dengan Al Qaeda yang berada di Afghanistan.
"FAO ke Afganistan tidak dalam rangka pendidikan dan latihan. Semacam afiliator atau koordinator JI untuk Al Qaeda di Afgan," kata dia saat dihubungi wartawan pada Rabu, 17 November 2021.
Menurut dia, Farid juga salah satu aktor intelektual atau mentor JI yang berafiliasi dengan Al-Qaeda di Afghanistan. Namun, ia belum bisa mengungkapkan kapan waktu Farid terbang ke Afghanistan tersebut. "Masih didalami oleh penyidik," ujarnya.
Selain itu, Nurwakhid menyebut Farid juga mendidik dan melatih para ustaz kelompok kanan. Bahkan, dikembangkan kepada kader-kader pesantren JI dan anggotanya. Kemudian, di daerah-daerah juga yang bersangkutan mengadakan dauroh-dauroh.
"Tahun 92-an, Farid Okbah ditunjuk sebagai ustaz yang mentraining sejumlah kader ustaz-ustaz yang menyebarkan visi dan misi JI dengan mendalami kitab Wahabi, Fiqh Jihad," jelas dia.
Sementara tersangka terorisme lainnya, Ahmad Zain An-Najah. Menurut dia, Zain ini sosok yang dekat dengan petinggi jaringan kelompok teroris JI. Zain merupakan alumni dari Pondok Pesantren (Ponpes) yang didirikan petinggi JI, Abu Bakar Ba'asyir dan Abdullah Sungkar.Â
"Ahmad Zain An-Najah itu memang terkait sebagai alumni pesantren Al Mukmin Ngruki (di Jawa Tengah) yang didirikan oleh Abu Bakar Ba'asyir," kata NurwakhidÂ
Tersangka Zain juga yang punya latar belakang yang mentereng di jaringan tersebut. Bahkan, Zain disebut dekat dengan Abdul Hakim, mantan anggota ISIS yang ditangkap tahun 2015 oleh Densus 88 Antiteror Polri.
"Ahmad Zain merupakan anggota Dewan Syuro JI dan Ketua Dewan Syariah Lembaga Amil Zakat Badan Mal Abdurrahman Bin Auf (LAZ BM ABA) atau Yayasan amal yang didirikan untuk pendanaan JI,"ujarnya.
Selain itu, Nurwakhid menyebut Zain kerap memberikan ceramah yang berisi propaganda radikalisme berkaitan dengan agama Islam. Tahun 2019, kata dia, Zain pernah terkait dengan Abdul Halim yang merupakan mantan anggota ISIS yang sudah ditangkap.
"Jejak digitalnya jelas, mereka rajin ceramah terkait dengan propaganda non muslim itu teroris," ucapnya.Â
Dengan begitu, Nurwakhid mengatakan Zain dilakukan penangkapan berdasarkan dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan tersangka kasus terorisme. Sehingga, tidak ada kaitan dengan organisasi atau lembaga lain yang dijabat Zain saat ini seperti anggota Komisi Fatwa MUI Pusat.
"Perkara dia itu menjabat di salah satu partai, atau juga di MUI itu enggak ke situ larinya. Densus itu tetap sesuai dengan bukti-bukti permulaan yang cukup, minimal dua alat bukti tadi," ungkapnya
Ketua Umum MUI KH Miftachul Akhyar membenarkan bahwa Ahmad Zain an-Najah yang ditangkap Densus merupakan Anggota Komisi Fatwa MUI yang merupakan perangkat organisasi di MUI yang fungsinya membantu Dewan Pimpinan MUI. Namun, kata Kiai Miftach, MUI tidak ada sangkut pautnya dengan tindakan Zain.
"Dugaan keterlibatan yang bersangkutan dalam gerakan jaringan terorisme merupakan unusan pribadinya dan tidak ada sangkut pautnya dengan MUI," kata Miftachul Akhyar di JakartaÂ
Dengan adanya kejadian itu, Miftachul Akhyar menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada aparat penegak hukum dan meminta agar aparat bekerja secara profesional dengan mengedepankan asas praduga tak bersalah dan dipenuhi hak-hak yang bersangkutan untuk mendapatkan perlakuan hukum yang baik dan adil
MUI berkomitmen dalam mendukung penegakan hukum terhadap ancaman tindak kekerasan terorisme, sesuai dengan fatwa MUI No. 3 Tahun 2004 tentang Terorisme. MUI menghimbau masyarakat untuk menahan diri agar tidak terprovokasi dari kelompok-kelompok tertentu yang memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan tertentu:Â
Ia mendorong semua elemen bangsa agar mendahulukan kepentingan yang lebih besar, yaitu kepentingan keutuhan dan kedamaian bangsa dan negara.Â
"MUI menonaktifkan yang bersangkutan sebagai pengurus di MUI sampai ada kejelasan berupa keputusan yang berkekuatan hukum tetap," katanya.