Irjen Ferdy Sambo Beberkan Kabar Terbaru Kasus Dua Jenderal Polisi
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA – Kepala Divisi Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo menjelaskan kenapa sidang komisi kode etik profesi (KKEP) terhadap dua perwira tinggi (Pati) Polri begitu lama prosesnya yakni mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Irjen Napoleon Bonaparte dan mantan Kepala Biro Korwas PPNS Bareskrim Brigjen Prasetijo Utomo.
Keduanya terbukti melakukan perbuatan melanggar hukum, baik tindak pidana korupsi maupun tindak pidana pemalsuan surat terkait penghapusan red notice untuk buronan atau DPO terpidana kasus korupsi cessie Bank Bali, Djoko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
Dengan begitu, status kedua Pati Polri ini sudah dinyatakan inkracht alias berkekuatan hukum tetap. Namun, Polri dalam hal ini Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) belum juga melaksanakan sidang komisi kode etik dan profesi terhadap Irjen Napoleon dan Brigjen Prasetijo. Apa alasannya?
“Setelah kasasi Irjen NB dan Brigjen Prasetijo sudah selesai. Kami sedang mengajukan ke Bapak Kapolri untuk menentukan sidang kode etik dan profesi, sehingga nanti bisa segera digelar sidang terhadap yang bersangkutan setelah dibentuk tim sidang,” kata Sambo saat wawancara khusus dengan VIVA di ruang kerjanya.
Mantan Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim ini membantah disebut lambat melakukan proses sidang komisi kode etik dan profesi terhadap kedua anggota Polri tersebut. Menurut dia, pihaknya baru saja menerima salinan putusan kasasi dari Mahkamah Agung (MA) sehingga sedang dipersiapkan pelaksanaan sidangnya.
“Enggak lah, kan baru diterima putusannya. Secepatnya, nanti kita lihat perkembangan karena beliau (Pak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo) lagi sibuk,” jelas dia.
Diketahui, Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan Irjen Napoleon terkait kasus suap dari Djoko Tjandra oleh Majelis Hakim Suhadi selaku ketua dan hakim anggota yakni Eddy Army serta Ansori pada Rabu, 3 November 2021.
Dengan putusan tersebut, Napoleon tetap harus menjalani hukuman atau vonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan.