Kebijakan Harga Tes PCR Digugat ke MA

Ilustrasi swab test/PCR/Antigen.
Sumber :
  • Pixabay/neelam279

VIVA – Tim Advokasi Supremasi Hukum mengajukan gugatan judicial review terkait kebijakan tarif tes PCR ke Mahkamah Agung (MA). 

Terkuak, Ini Lokasi Suap Tiga Eks Hakim PN Surabaya Terkait Vonis Bebas Ronald Tannur

Dalam gugatannya, tim Advokasi Supremasi Hukum mendalilkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Nomor HK.02.02/1/3843/2021 tentang Batas Tarif Tertinggi Pemeriksaan RT PCR, bertentangan dengan UU Kesehatan dan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Juru Bicara Tim Advokasi Supremasi Hukum, Richan Simanjuntak didampingi oleh dua rekannya Johan Imanuel dan Santo Abed Nego menyatakan surat edaran tersebut memberatkan pemohon dan masyarakat Indonesia karena pelayanan RT PCR sejatinya merupakan pelayanan kesehatan tanggap darurat.

Kasus Harun Masiku, Yasonna Laoly Ngaku Dicecar KPK soal Permintaan Fatwa ke MA

Dengan demikian, pelayanan tes PCR seharusnya ditanggung sepenuhnya oleh APBN/APBD sesuai Pasal 82 UU Kesehatan.

"Jadikanlah RT PCR itu tanpa beban kepada masyarakat," kata Richan kepada awak media, Rabu, 10 November 2021.

MA Ungkap Alasan Tolak PK Terpidana Kasus Pembunuhan Vina Cirebon

Selain dianggap bertentangan dengan UU Kesehatan, surat edaran mengenai batas tarif tertinggi tes PCR tersebut juga dianggap bertentangan dengan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Hal ini lantaran bentuk surat edaran itu seolah-olah seperti peraturan (regeling) yang mengikat dan berlaku umum. 

"Ini menimbulkan kebingungan dan kepastian hukum sehingga layak dicabut karena telah melebihi dari kedudukannya sebagai surat edaran," ujarnya.

Richan juga menyatakan, pemerintah wajib menjamin pelayanan kesehatan termasuk biaya RT PCR tanpa kecuali dengan alasan apapun. Ditekankan, pemerintah diberikan akses seluas-luasnya untuk pemberdayaan sumber daya alam demi kepentingan masyarakat Indonesia sesuai Pasal 33 ayat (3) dan Pasal 33 (4) UUD 1945. 

"Kan itu menjadi bagian dari pemasukan ke APBN/APBD sehingga pemerintah harus mampu mengelola kemakmuran rakyat termasuk juga untuk biaya pelayanan kesehatan tanggap darurat dalam situasi bencana nonalam (Keppres 12 tahun 2020)," ujarnya.

Santo Abed Nego menambahkan, tes PCR sudah seperti kebutuhan utama. Untuk itu, menjadi hal yang wajar jika terjadi gonjang ganjing mengenai harga tes PCR yang ideal. 

"Oleh karenanya kami mohon Mahkamah Agung segera membatalkan SE Batas  Tarif Tertinggi RT PCR  dalam permohonan uji materiil yang kami ajukan agar menjadi gratis untuk Masyarakat," kata Santo.

Tim Advokasi Supremasi Hukum menilai perdebatan dan spekulasi harga tes PCR akan terus berlangsung sepanjang harga tes PCR masih mengikuti SE Batas Tarif Tertinggi RT PCR yang dikeluarkan oleh Kemenkes. Untuk itu, MA diharapkan bisa membatalkan SE tersebut agar menciptakan ketenangan bagi masyarakat Indonesia.

Johan Imanuel yang juga pemohon uji materiil meyakini, gugatan yang diajukan pihaknya mendapat dukungan luas dari masyarakat. 

Dengan begitu, surat edaran tersebut layak untuk dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum tetap atau setidak-tidaknya meminta pemerintah mengubah SE tersebut agar tes RT PCR ditanggung melalui APBN/APBD sepenuhnya.

"Semoga MA akan menjadi Pahlawan bagi Masyarakat Indonesia," kata Johan.

Baca juga: KPPU Selidiki Persentase Keuntungan Bisnis PCR di Indonesia

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya