NIK KTP Sudah Bisa Jadi NPWP, Kapan Mulai Berlaku?
- VIVA/Agus Setiawan
VIVA – Nomor Induk Kependudukan (NIK) di KTP telah resmi menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah resmi menandatangani Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) menjadi Undang-Undang (UU) pada tanggal 29 Oktober 2021 lalu. Sekarang NIK KTP sudah bisa jadi NPWP, kapan pemberlakuannya?
Pemberlakuan NIK KTP bisa Jadi NPWP Masih Lama
Diketahui bahwa penggabungan NPWP ke dalam NIK bagi wajib pajak orang pribadi ternyata baru diberlakukan pada tahun 2023. Artinya, semua aktivitas yang menggunakan NPWP masih berlaku seperti biasa. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo dalam Sosialisasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) beberapa waktu yang lalu. Kini pihaknya sedang membangun system informasinya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengungkapkan, penambahan NIK menjadi NPWP kemungkinan bisa terdapat dua pola yang berbeda. Pertama, dengan pola masyarakat mendaftarkan sendiri di Kantor Perwakilan Pajak (KPP) terdekat untuk diaktifkan NIK-nya. Kedua, diaktifkan secara otomatis oleh DJP dengan mempertimbangkan beberapa ketentuan.
Nantinya, wajib pajak yang diaktifkan secara langsung akan mendapatkan notifikasi bahwa NIK pengguna adalah sebagai NPWP yang aktif, sehingga harus melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Tak Semua Orang Wajib Pajak
Yoga juga mengatakan, masyarakat tidak perlu khawatir karena tidak semua yang punya NIK harus menjadi wajib pajak atau membayar pajak. Karena, kewajiban perpajakan tergantung dari adanya kewajiban subjektif dan juga objektif.
Sebagai gambaran, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebesar Rp4,5 juta per bulan atau Rp54 juta per tahun, itu tidak dikenakan pajak. Artinya, yang dikenakan pajak adalah penghasilan di atas PTKP tersebut. Jika masyarakat atau pekerja berpenghasilan lebih dari PTKP, misal dengan gaji Rp4,6 juta ke atas sudah pasti dikenakan pajak setiap tahunnya meski tarifnya tidak sebesar orang kaya.
Selain itu, para pedagang yang usahanya dijalankan sendiri atau UMKM orang pribadi, juga tidak perlu membayar pajak. Seperti para pedagang warteg, warung kopi dan warmindo dengan syarat omset tidak lebih dari Rp500 juta per tahun.