Kalapas Narkotika Yogyakarta Bantah Penyiksaan Napi di Lapas

Kepala Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta, Cahyo Dewanto
Sumber :
  • Twitter @lapsustik_yk

VIVA – Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Narkotika Kelas IIA Yogyakarta membantah adanya dugaan penganiayaan terhadap narapidana, seperti yang diberitakan sejumlah media.

Agus Ardianto: Ada 113 Napi 'Gembong Narkoba' Dipindahkan ke Nusa Kambangan

Kepala Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta, Cahyo Dewanto mengklaim seluruh kegiatan pembinaan kepada narapidana maupun tahanan dilakukan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP).

“Semua kegiatan pembinaan dilakukan sesuai SOP secara proporsional dan terukur untuk peningkatan mental, fisik, dan disiplin. Hal ini tentunya agar terjadi perubahan sikap dan perilaku narapidana ke arah yang lebih baik,” kata Cahyo kepada awak media, Selasa, 2 November 2021.

Penampakan Terpidana Mary Jane Jelang Dipindah Penahanannya ke Filipina

Cahyo berdalih, informasi yang dikatakan dari mantan narapidana Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta yang mengungkapkan ada pemukulan menggunakan selang, kabel listrik, dan kekerasan lainnya merupakan suatu hal yang tidak sesuai dengan apa yang dilaksanakan oleh petugas Lapas Narkotika Yogyakarta sehari-harinya.

“Tidak benar. Semua penerimaan narapidana maupun tahanan pun dilakukan secara terukur dan sesuai SOP serta protokol kesehatan COVID-19,” kata Cahyo.

Rezim Terjungkal Suriah Gunakan Metode Penyiksaan di Lebih 50 Penjara, Sednaya yang Terburuk

Selain itu, mengenai informasi adanya penyiksaan hingga waktu subuh, Cahyo juga membantahnya. Ia menyebut hal itu tidak sesuai fakta lantaran pada pukul 17.00 WIB kunci kamar hunian telah dimasukkan ke dalam kotak kunci.

“Setiap harinya kotak kunci tersebut akan diserahkan oleh regu pengamanan kepada Kalapas untuk disimpan dan diambil kembali keesokan harinya pada pukul 05.00 WIB,” ujarnya.

Lebih lanjut, Kalapas juga menjelaskan bahwa dalam proses penempatan narapidana maupun tahanan di Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta, berdasarkan hasil assessment mereka masing-masing.

“Kami pisahkan antara narapidana risiko tinggi, risiko menengah, dan risiko minimum,” ujarnya.

Ilustrasi-Narapidana

Photo :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

Pihaknya juga menerangkan kronologis mantan narapidana yang melaporkan hal ini, Vincentius Titih Gita Arupadatu, yang dipindahkan ke Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta dari Rutan Kelas IIA Yogyakarta pada 12 April 2021 dan langsung diisolasi mandiri selama 14 hari dengan masa pengenalan lingkungan (mapenaling) selama satu bulan.

Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta sendiri meniadakan kegiatan pemindahan kamar pada periode Juni sampai Agustus 2021 lantaran adanya penyebaran COVID-19.

Sesuai SOP

Sementara eks narapidana Vincentius kala itu, terang Cahyo, dipindahkan ke Paviliun Cempaka dengan dasar adanya komorbid atau penyakit bawaan, namun yang bersangkutan melakukan pelanggaran dan dipindahkan ke kamar risiko tinggi untuk mapenaling ulang.

“Vincentius telah bebas dari Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta melalui Cuti Bersyarat (CB) sejak 19 Oktober 2021 dan masih dalam proses pembimbingan oleh Balai Pemasyarakatan. Jadi sekali lagi saya tegaskan, tidak benar pernyataan yang bersangkutan bahwa tidak bisa mengurus CB,” kata Cahyo.

Ia menambahkan, pihaknya meyakini seluruh pelaksanaan kegiatan pembinaan narapidana maupun tahanan dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

“Output dari kegiatan pembinaan ini pun yakni adanya perubahan sikap/perilaku, mental, dan fisik bagi narapidana/tahanan, yang selaras dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 35 Tahun 2018 tentang Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan,” imbuhnya.

Sebelumnya, Sebanyak 10 orang mantan warga binaan di Lapas Narkotika II A Yogyakarta di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengadu ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) perwakilan DIY pada Senin, 1 November 2021. Mereka mengaku kerap disiksa selama mendekam di Lapas Narkotika IIA Yogyakarta.

Seorang dari mereka, berinisial VT (35 tahun), mengatakan penyiksaan mulai terjadi pada 29 April hingga 19 Oktober 2021, berupa ditelanjangi dan disiram air di depan semua petugas Lapas. Selain itu, dihajar oleh sipir dengan potongan kayu dan potongan selang air yang diisi cor-coran semen sampai memar dan luka-luka.

Dalam keadaan luka, dia dimasukkan ke dalam kolam lele. Karena tak diobati lukanya maka mengalami infeksi. Saat ibunya meninggal, dia tak diberi kabar oleh petugas Lapas, ditengarai karena dia sekujur tubuhnnya luka-luka sehingga tak boleh keluar sel.

"Hak saya mengantar mama saya waktu meninggal enggak dikasih. Saya malah disel kering selama lima bulan," katanya. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya