Mantan Dirut Jadi Tersangka, Ini Kronologi Kasus Perum Perindo
- ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
VIVA - Kejaksaan Agung menetapkan dua orang tersangka lagi dalam kasus tindak pidana korupsi pada Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) tahun 2016-2019 yaitu Direktur Utama PT Global Prima Santosa, RU, dan mantan Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia periode 2016-2017, SJ (saat ini Deputi Bidang Pengusahaan BP Batam). Para tersangka tersebut ditahan untuk mempercepat penyidikan.
Kronologi Kasus
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, menyampaikan Perum Perindo adalah Badan Usaha Milik Negara yang didirikan pada 2013 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2013 tentang Perum Perindo.
Dalam rangka untuk meningkatkan pendapatan perusahaan, kata Leonard, pada 2017 ketika Direktur Utama Perindo dijabat oleh SJ, Perum Perindo menerbitkan surat utang jangka menengah atau medium term notes (MTN) dan mendapatkan dana sebesar Rp200 miliar yang terdiri dari sertifikat jumbo MTN Perum Perikanan Indonesia tahun 2017- seri A dan sertifikat jumbo MTN Perum Perikanan Indonesia tahun 2017-seri B.
"Adapun tujuan MTN tersebut digunakan untuk pembiayaan di bidang perikanan tangkap," kata Leonard melalui keterangan tertulisnya, Rabu, 27 Oktober 2021.
Baca juga: Dalami Dugaan Korupsi Perum Perindo, Kejagung Periksa Vice President
Namun, lanjut Leonard, faktanya penggunaan dana MTN Seri A dan seri B tidak digunakan sesuai dengan peruntukkan sebagaimana prospek atau tujuan penerbitan MTN seri A dan seri B. MTN seri A dan seri B sebagaimana dimaksud sebagian besar digunakan untuk bisnis perdagangan ikan yang dikelola oleh Divisi Penangkapan, Perdagangan dan Pengolahan Ikan atau Strategy Bussines Unit (SBU) Fish Trade and Processing (FTP) yang dipimpin oleh WP.
"Pada Desember 2017, Direktur Utama Perindo berganti kepada RS yang mana pada periode sebelumnya yang bersangkutan merupakan Direktur Operasional Perum Perindo," kata dia.
Leonard menyatakan RS kemudian mengadakan rapat dan pertemuan dengan Divisi Penangkapan, Perdagangan dan Pengolahan (P3) Ikan atau Strategy Bussines Unit (SBU) Fish Trade and Processing (FTP) yang diikuti juga oleh IP sebagai Advisor Divisi P3 untuk membahas pengembangan bisnis Perum Perindo menggunakan dana MTN seri A dan seri B, kredit Bank BTN Syariah dan kredit Bank BNI.
Selanjutnya ada beberapa perusahaan dan perseorangan yang direkomendasikan oleh IP kepada Perindo untuk dijalankan kerja sama perdagangan ikan yaitu PT Global Prima Santosa (GPS), PT Kemilau Bintang Timur (KBT), S/TK dan RP. Selain beberapa pihak yang dibawa oleh IP juga terdapat beberapa pihak lain yang kemudian menjalin kerja sama dengan Perindo untuk bisnis perdagangan ikan antara lain PT Etmico Makmur Abadi, PT SIG Asia, Dewa Putu Djunaedi, CV Ken Jaya Perkara, CV Tuna Kieraha Utama, Law Aguan, Pramudji Candra, PT Prima Pangan Madani, PT Lestari Sukses Makmur, PT Tri Dharma Perkasa.
"Metode yang digunakan dalam bisnis perdagangan ikan tersebut adalah metode jual beli ikan putus," kata Leonard lagi.
Leonard mengatakan dalam penunjukan mitra bisnis perdagangan ikan tersebut, Perindo melalui Divisi P3/SBU FTP tidak ada melakukan analisa usaha, rencana keuangan dan proyeksi pengembangan usaha. Selain dari itu, dalam melaksanakan bisnis perdagangan ikan tersebut beberapa pihak tidak dibuatkan perjanjian kerja sama, tidak ada berita acara serah terima barang, tidak ada laporan jual beli ikan dan tidak ada dari pihak Perindo yang ditempatkan dalam penyerahan ikan dari supplier kepada mitra bisnis Perum Perindo.
"Akibat penyimpangan dalam metode penunjukan mitra bisnis perdagangan ikan oleh Perum Perindo, sehingga menimbulkan verifikasi syarat pencairan dana bisnis yang tidak benar dan menimbulkan transaksi-transaksi fiktif yang dilakukan oleh mitra bisnis perdagangan ikan Perum Perindo," ujarnya.
"Kemudian transaksi-transaksi fiktif tersebut menjadi tunggakan pembayaran mitra bisnis perdagangan ikan kepada Perum Perindo kurang lebih sebesar Rp149 miliar," tambah Leonard.
Leonard menuturkan proses penyidikan masih difokuskan kepada SBU Perdagangan Ikan, maka untuk SBU Penangkapan dan SBU Aquacultur penentuan perbuatan melawan hukum dan penentuan pertanggungjawaban hukum dilakukan seiring dengan penyidikan lanjutan. Saat ini sedang dilakukan penghitungan kerugian negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Peran Tersangka
Leonard menambahkan peran RU dalam kasus ini yaitu menjadi salah satu pihak yang mengadakan kerja sama perdagangan ikan dengan mengggunakan transaksi-transaksi fiktif yang dilakukan Perum Perindo yaitu tanpa adanya perjanjian kerja sama, tidak ada berita acara serah terima barang, tidak ada laporan jual beli ikan dan tidak ada dari pihak Perindo yang ditempatkan dalam penyerahan ikan dari supplier kepada mitra bisnis Perum Perindo.
Kemudian SJ, menerbitkan surat utang jangka menengah atau Medium Term Notes (MTN) dan mendapatkan dana sebesar Rp200 miliar yang terdiri dari sertifikat jumbo MTN Perum Perikanan Indonesia tahun 2017āseri A dan sertifikat jumbo MTN Perum Perikanan Indonesia tahun 2017āseri B.
Leonard menjelaskan para tersangka akan dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Subsidiair Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Dengan ditetapkan dua orang tersangka yaitu RU dan SJ maka saat ini tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pada Perum Perindo ahun 2016-2019 sebanyak 5 orang," kata Leonard.
Dia menambahkan sebelum dilakukan penahanan, RU, SJ, telah dilakukan pemeriksaan kesehatan dan swab antigen dengan hasil dinyatakan sehat dan negatif COVID-19.