Said Aqil Ajak Santri Napak Tilas Masuknya Islam ke Indonesia

Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj Source : Republika
Sumber :
  • republika

VIVA – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siradj, mengingatkan bahwa Islam di Indonesia pada dasarnya bersifat dinamis karena tidak berwajah tunggal dan selalu terbuka.

Gelar TWB 2024 di 8 Kota, BSI Dorong Santri UMKM Naik Kelas Genjot Inovasi

Hal tersebut disampaikan Said Aqil Siradj saat menyampaikan Amanah Hari Santri 2021 dalam acada 1.000 Khatmil Qur’an pada Puncak Amanat Hari Santri Nasional (HSN) 2021. Kiai Said bilang, para santri perlu merefleksikan kembali sejarah masuknya peradaban Islam di Indonesia yang saat itu kebudayaan Hindu dan Buddha telah mewarnai hampir seluruh aspek kehidupan.

"Namun uniknya, penyebaran Islam yang demikian cepat tidak mengindikasikan adanya cara-cara paksaan atau penaklukkan agama. Proses islamisasi nusantara tidak memunculkan pemisahan tegas antara Islam dan non-Islam, sebaliknya tradisi lokal Hindu, Budha dan Islam saling mengisi,” ujar Kiai Said dalam keterangannya, Sabtu 23 Oktober 2021.

Terpopuler: Santri di Boyolali Dibakar Hidup-hidup, Kompol Syarifah Dimutasi

Kiai Said mengingatkan, islamisasi yang terjadi kala itu tumbuh melalui proses sosial budaya dan secara bertahap. Ia pun mengatakan, tiap umat memiliki kebanggaannya masing-masing, baik itu bahasa, agama, maupun seni budayanya. Untuk itu, setiap orang harus saling menghormati dan tidak saling mencaci.

"Munculnya keragaman dalam penghayatan Islam merupakan keniscayaan sosiologis dari proses interaksi kultural. Setiap kelompok dari berbagai strata sosial dan subkultur memiliki kekuasaan mengekspresikan pemahamannya sendiri. Hasilnya, masing-masing kelompok dengan sendirinya terdorong untuk bersikap moderat dalam beragama,” ujarnya.

Pria Pembakar Santri di Boyolali Jadi Tersangka, Terancam 15 Tahun Penjara

Lebih lanjut, Said mengatakan, yang tak boleh dilupakan, adalah fakta sejarah menggambarkan karakter Islam yang dibawa oleh pendakwah tidak menekankan aspek hukum fikih semata. Melainkan juga karakter sufi yang kuat sehingga masalah moral akhlak dan hakikat agama menjadi perhatian ulama Islam tasawuf. 

“Islam sufi atau sufistik menekankan prinsip pokok agama seperti hubungan dengan Tuhan, menyempurnakan akhlak, dan keseimbangan hidup tanpa meninggalkan aspek syariat Islam,” kata Aqil Siradj.

Karakter inilah yang menurutnya menjadikan proses islamisasi menjadi lentur, namun berdampak bagi masa depan. Keluwesan itu dilihat dari sikap para Wali yang tak melarang pertunjukan wayang sekalipun itu merupakan hasil karya pujangga Hindu. Melainkan memodifikasi alur cerita dengan simbol serta karakter dalam narasi yang disampaikan.

Ia pun menegaskan, Islam di Indonesia tidak pernah berkembang secara seragam. Adapun munculnya keragaman dalam penghayatan Islam merupakan keniscayaan sosiologis dari proses interaksi kultural

"Bahkan bisa dikatakan, ketika sikap beragama ini merupakan pilar kebudayaan santri Indonesia, berlandaskan prinsip pluralitas, keterbukaan dan toleransi, maka Indonesia akan mampu membentuk paham keislaman yang sangat kaya, tidak hanya terbatas pada model keberagamaan di Timur Tengah,” ucapnya.

Baca juga: Tetapkan Hari Santri, PDIP: Jokowi Tunaikan Harapan Pendiri Bangsa

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya