RI Sampaikan Terobosan Keanekaragaman Hayati di COP 15 UNCBD
- Dok. KLHK
VIVA – Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutananan, Siti Nurbaya memimpin Delegasi RI pada fase pertama Pertemuan Para Pihak Konvensi Keanekaragaman Hayati ke-15 atau COP 15 UNCBD yang digelar bersamaan dengan Pertemuan Para Pihak, the Meetings of the Parties to the Cartagena Protocols (MOP 10 CP) and Nagoya Protocols (MOP 4 NP), yang diselenggarakan secara daring pada 11-15 Oktober 2021 di Kunming, China. Dalam pertemuan ini, Pemerintah Indonesia menyampaikan terobosan-terobosan dan komitmennya dalam mengelola keanekaragaman hayati.
Pada fase pertama COP 15 CBD ini dibahas aspek administrasi dan teknis pelaksanaan keberlanjutan operasional Konvensi dan Protokol, yang akan dilanjutkan dengan pembahasan mengenai Post-2020 Global Biodiversity Framework (Post-2020 GBF) melalui negosiasi formal pada Januari 2022 dan akan diadopsi dalam pertemuan fase kedua COP 15 CBD pada Mei 2022.
Pada sesi HLS COP-15 yang dihadiri para Menteri dari Negara anggota CBD ini, juga diadopsi Deklarasi Kunming yang memuat komitmen Para Pihak Konvensi untuk mengembangkan, mengadopsi, dan menerapkan Post-2020 GBF secara efektif yang akan menempatkan keanekaragaman hayati pada jalur menuju pemulihan pada 2030, serta menuju Visi 2050 “Living in Harmony with Nature.”
Baca juga: Alasan Menteri Basuki Pantau Lagi Proyek yang Telah Beroperasi
Kerangka kerja ini dipastikan mencakup penyediaan sarana implementasi untuk Konvensi dan dua protokolnya, serta mekanisme yang tepat dalam pemantauan, pelaporan, dan tinjauannya.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya dalam intervensinya di Forum HLS yang diikuti oleh Sekjen PBB, 9 Kepala Negara, HRH Prince of Wales, dan 99 menteri dari negara anggota CBD menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia telah melakukan langkah-langkah progresif menuju Living in harmony with nature pada 2050, dimana bukan hanya menjadi jargon semata.
Hal itu menurut dia, bisa dilihat dari diterbitkannya Undang-Undang Cipta Kerja yang menjadi terobosan dalam menyeimbangkan potensi ekonomi dengan aspek lingkungan dengan mengintegrasikan pengelolaan ruang laut dan darat, serta penilaian berbasis risiko lingkungan pada kegiatan usaha termasuk perizinan dan lisensi.
“Pemerintah Indonesia berkomitmen dan telah memiliki kebijakan pemulihan ekosistem hingga 2030, memperkuat 'Kawasan Hutan Bernilai Konservasi Tinggi' di wilayah konsesi sebagai bagian dari Other effective area-based conservation measures (OECMs)," kata Siti pada sesi High-level Segment (HLS) 12-13 Oktober 2021.
Selain itu, Indonesia juga menekankan pentingnya industri pesisir dan kelautan berkelanjutan, mengendalikan spesies asing dan invasif, serta mendorong partisipasi aktif para pemangku kepentingan dalam pengelolaan keanekaragaman hayati melalui skema perhutanan sosial dan kemitraan konservasi.
Perlu diketahui, pertemuan COP-15 CBD dan HLS telah mengisyaratkan adanya pembaruan kemauan politik untuk meningkatkan ambisi, meningkatkan kolaborasi, dan memaksimalkan peluang sinergi di seluruh perjanjian multilateral lainnya.
CBD sudah seharusnya memperkuat tata kelola keanekaragaman hayati global, dan selaras dengan tema COP “Ecological Civilization-Building a Shared Future for All Life and Earth”.
Sedangan, Sekretaris Eksekutif CBD, Elizabeth Maruma Mrema mengatakan Deklarasi Kunming juga membahas elemen-elemen kunci yang diperlukan untuk keberhasilan mencapai Post-2020 GBF.
Elemen itu diantaranya, pengarusutamaan keanekaragaman hayati disemua pengambilan keputusan, penghapusan dan pengalihan subsidi berbahaya, memperkuat supremasi hukum, mengakui partisipasi penuh dan efektif dari masyarakat adat dan komunitas lokal dan memastikan mekanisme yang efektif untuk memantau dan meninjau kemajuan.
“Pengadopsian Deklarasi Kunming merupakan indikasi yang jelas dari dukungan dunia untuk tingkat ambisi yang perlu direfleksikan dalam Post-2020 GBF yang perlu diselesaikan pada musim semi berikutnya di Kunming,” kata dia.
Lebih lanjut, Elizabeth menuturkan COP CBD ke-15 menjadi momentum bagi para pihak untuk menyampaikan komitmennya dalam meningkatkan dukungan terhadap pendanaan keanekaragaman hayati global.
Seperti pemerintah China menyampaikan komitmen 1,5 miliar yuan atau setara US$230 juta pada Dana Keanekaragaman Hayati Kunming untuk mendukung perlindungan keanekaragaman hayati di negara-negara berkembang.
Lalu, GEF, UNDP, dan UNEP berkomitmen untuk memberikan dukungan kepada berbagai pemerintah dalam mempercepat penyiapan dan pembaharuan National Biodiversity Strategies and Action Plans (NBSAP) dan rencana pembiayaan nasional untuk mengimplementasikan Post-2020 GBF.
Kemudian, Jepang, Uni Eropa, Prancis, Inggris Raya, dan Irlandia Utara turut berkomitmen untuk meningkatkan pendanaan dalam mendukung keanekaragaman hayati.