Protes kepada Gubernur Sumut, Warga Korban Banjir Rob Mandi Air Laut
- VIVA/Putra Nasution
VIVA – Ratusan warga dari kawasan Belawan, Kota Medan, Sumatera Utara, menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sumatera Utara di Kota Medan, Senin, 18 Oktober 2021, untuk menuntut perbaikan dan penataan agar permukiman mereka tidak kebanjiran lagi.
Koordinator Aksi, Khairil Chaniago, mengatakan rumah mereka bertahun-tahun langganan terkena banjir rob dari laut Belawan. Namun, tidak ada penyelesaian dan perbaikan dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Pemerintah Kota Medan.
"Air di tempat kami jadi asin karena banjir rob. Ini kami buktikan bahwa air laut di Belawan masih asin," kata Khairil.
Saat orasi, tiba-tiba seorang pemuda menerobos blokade Satpol PP yang sedang melakukan pengamanan. Si pemuda membawa ember dan mandi menggunakan air laut berasal dari Belawan. Aksi itu disambut oleh massa pendemo dengan teriakan, "Hidup warga Belawan yang melawan".
Khairul menjelaskan, intensitas banjir rob kerap terjadi di kawasan Belawan hampir setiap bulan terutama ketika air laut di perairan Belawan mulai pasang. Pemerintah, katanya, hanya membuat rencana dan janji perbaikan tetapi tak pernah terwujud sampai sekarang.
Drainase di sana juga sudah rusak parah, kata Khairil. Reklamasi di pesisir Belawan juga makin memperparah bencana yang tak kenal musim itu. Setiap kali hujan, setiap kali air pasang, permukiman warga selalu terendam air laut.
Mereka mendesak Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Pemerintah Kota Medan Medan dan para wakil rakyat di DPRD Medan dan DPRD Sumatera Utara untuk segera mengatasi masalah itu di sana, salah satunya membangun tanggul pencegah rob di pinggir pantai, yang selama ini dijanjikan pemerintah.
Mereka juga meminta pemerintah segera merestorasi hutan mangrove yang selama ini menjadi tanggul alami sebagai penyangga air laut dan keseimbangan ekosistem di Belawan. "Hutan mangrove di tempat kami sudah rusak. Kami minta segera diperbaiki," katanya.
Satu jam lebih menyampaikan tuntutan di sana, massa kemudian membubarkan diri. Gubernur Edy Rahmayadi, yang dituntut massa untuk menemui mereka, tidak tampak hadir karena sang Gubernur berada di Papua.