Khofifah Ingatkan RI Produsen Limbah Makanan Terbesar Kedua Dunia
- VIVA/Nur Faishal
VIVA – Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengingatkan masyarakat agar memanfaatkan secara optimal produksi pangan dan tidak menyia-nyiakan makanan mengingat Indonesia tercatat sebagai negara terbesar kedua dalam hal produsen limbah makanan.
Khofifah mengatakan itu untuk memperingati World Food Day atau Hari Pangan Sedunia (HPS) dan mengutip Badan Pangan Dunia (FAO) bahwa kebanyakan makanan yang dibuang sesungguhnya masih layak dikonsumsi.
"Food waste, menurut FAO, mengacu kepada makanan yang dibuang, padahal produk makanan atau produk makanan alternatif tersebut masih aman dan bergizi untuk dikonsumsi. Misal, makanan yang tidak kita habiskan karena masalah rasa atau mengambil terlalu banyak," ujarnya dalam keterangan tertulis diterima pada Minggu, 17 Oktober 2021.
Menurut data, kata Ketua Umum Muslimat Nahdlatul Ulama itu, Indonesia merupakan produsen sampah makanan terbesar kedua di dunia. Data Bappenas menyebutkan, perkiraan food waste atau makanan terbuang Indonesia berkisar pada angka 23 juta-48 juta ton per tahun. Sedang makanan konsumsi yang terbuang di Indonesia bisa mencapai 115-184 kg per orang dalam setahun.
Padahal, kata Khofifah, tiga belas juta ton makanan yang terbuang sama dengan kebutuhan pangan 11 persen orang Indonesia atau setara dengan kebutuhan 28 juta jiwa. "Perhitungan angka 1150-184 kg per orang per tahun itu termasuk perhitungan dari food loss dari sisi produksi. Mulai dari beras ditanam sampai ke piring kita," ujarnya.
Di sisi lain, menurut mantan Menteri Sosial itu, limbah makanan ternyata dapat mengakibatkan dampak kerugian ekonomi sebesar Rp213 triliun hingga Rp551 triliun per tahun. Bila jumlah penduduk Jatim pada 2020 mencapai 40.665.700 jiwa, maka potensi food waste di Jawa Timur berkisar pada 4.676.555,5 - 7.482.488,8 ton per tahun atau sekitar 15,59 persen - 20,33 persen.
Tingginya angka food waste itu tentu dapat berdampak pada perekonomian dan sektor lainnya. "Oleh karena itu, diharapkan masyarakat bisa mulai mengubah pola pikir dan kondisi saat ini dapat menyadarkan kita agar lebih bijak dalam mengelola makanan," kata Khofifah.
Melihat pentingnya kesadaran masyarakat terhadap persoalan pangan, Khofifah meminta agar masyarakat dapat memperkirakan dengan baik jumlah makanan yang diperlukan. Di samping itu, dia meminta untuk mencermati dalam mengolah makanan dan membeli makanan sesuai kebutuhan.
"Agar apa? Agar tidak ada lagi [makanan] yang terbuang sebagai bagian dalam upaya untuk mengurangi food waste, misalnya, dengan merencanakan menu makanan di rumah secara saksama, sehingga tidak ada makanan yang menjadi limbah," kata Khofifah.