Imparsial Minta Setop Dugaan Kriminalisasi Petani di Kampar

Petani kelapa sawit memanen tandan buah segar kelapa sawit di tengah banjir luapan Sungai Kampar, Riau. (Foto ilustrasi)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hadly V

VIVA – Dugaan kriminalisasi dialami sejumlah petani sawit anggota Koperasi Sawit-Makmur (Kopsa-M) di Kampar, Riau. Sejumlah pihak terutama LSM yang fokus dalam persoalan pelanggaran HAM ikut menyoroti dugaan kriminalisasi ini.

Dukung Percepatan Swasembada Pangan, Petrokimia Gresik Sebar 54 Taruna Makmur ke Berbagai Daerah

Direktur Imparsial Gufron Mabruri menjelaskan dugaan kriminalisasi terjadi pada pertengahan September 2021 lantaran pimpinan Kopsa-M, Anthony Hamzah ditetapkan sebagai tersangka.

Alasan penetepan tersangka ini terkait aksi demonstrasi yang dilakukan orang lain mengatasnamakan Kopsa-M. Selain itu, Anthony juga dikriminalisasi karena koperasi yang dipimpinnya menjual sawit miliknya sendiri.

Menko Pangan Zulhas Optimis Tahun Depan Setop Impor Gula

Petani Sawit

Photo :

Menurutnya, kriminalisasi ini bukan kali pertama yang dialami petani yang tergabung dalam Kopsa-M. Sebelumnya, ada 2 petani yang mengalami rekayasa kasus serupa dengan Anthony Hamzah. 

Penyerapan Hasil Panen Tembakau Diperkirakan Tergerus Akibat Aturan Ini

Ia bilang kriminalisasi ini diduga karena laporan petani Kopsa-M ke polisi terkait tindak pidana penyerobotan lahan yang diduga dilakukan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan perusahaan swasta.

Gufron menekankan, awal sengketa tanah bermula pada 2001. Saat itu, para petani Kopsa-M melakukan kerja sama Kemitraan Inti Plasma, yakni kerja sama pengelolaan tanah untuk dijadikan perkebunan sawit dengan PTPN V seluas 4.000 hekare. 

"Di kemudian hari ternyata usaha perkebunan ini gagal dan merugi. Ironisnya, utang sebesar Rp140 miliar yang timbul akibat kerja sama itu kini ditagihkan kepada pada petani Kopsa-M," kata Gufron, dalam keterangannya, yang dikutip pada Rabu, 13 Oktober 2021.

Dia menambahkan, saat penguasaan lahan oleh manajemen PTPN V pada tahun 2007 diduga ada oknum yang secara tidak sah menjual tanah milik petani-petani Kopsa-M yang dikelolanya seluas 400 ha kepada PT Langgam Harmoni. 

"Kami memandang adanya dugaan perampasan tanah oleh BUMN dan swasta serta adanya kriminalisasi terhadap petani yang memperjuangkan tanah tidak hanya salah secara hukum, tetapi juga mencoreng wajah pemerintahan Presiden Jokowi," tutur Gufron.

Ilustrasi/borgol.

Photo :
  • ientrymail.com

Kemudian, Gufron menyinggung amanat Presiden Jokowi agar memerintahkan Polri tidak ragu memberantas mafia tanah. Menurut dia, kriminalisasi terhadap petani Kopsa-M tak hanya keliru secara hukum, tetapi juga sejatinya melawan instruksi Presiden Jokowi.

Pun, ia menilai upaya kriminalisasi tidak sejalan dengan prinsip  yang mengedepankan pemenuhan hak warga negara. Ia mengingatkan agar aparat penegak hukum seyogyanya menggunakan pendekatan persuasif dan menghindari cara-cara represif. 

"Pada titik ini, upaya penegakan hukum dapat menggunakan pendekatan restorative justice dengan tetap mengedepankan pemenuhan hak-hak masyarakat dan hak asasi manusia," tuturnya.

Maka itu, Gufron meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memerintahkan jajarannya untuk menghentikan proses dugaan kriminalisasi terhadap seluruh petani anggota dan pengurus Kopsa-M yang saat ini dilakukan Polres Kampar, Riau.

"Kedua, memerintahkan jajaran Polri untuk memproses laporan dugaan tindak pidana penyerobatan tanah milik petani anggota Kopsa-M," sebutnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya