Kasus Kejahatan Seksual di Luwu Dihentikan, DPR Minta Ada Pendalaman
- VIVAnews/Lilis Khalisotussurur
VIVA - Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Ace Hasan Syadzily, turut menanggapi kasus kekerasan seksual terhadap 3 orang anak yang diduga dilakukan oleh ayah mereka sendiri di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, menuai perhatian publik. Dia meminta kasus ini diusut tuntas.
“Negara harus memastikan melindungi rakyat dari kejahatan seksual, termasuk anak-anak. Negara tidak boleh abai, apalagi membiarkan kasus-kasus kekerasan seksual lepas begitu saja,” kata Ace kepada wartawan, Jumat, 8 Oktober 2021.
Ace menegaskan kekerasan seksual terhadap anak harus dicegah dan dihentikan karena sangat mempengaruhi terhadap tumbuh kembang anak. Apalagi jika kekerasan itu berupa pemerkosaan terhadap anak yang pasti akan berpengaruh secara psikologi.
“Selain keji, kekerasan seksual dapat menimbulkan trauma mendalam bagi korban. Negara harus bisa memastikan melindungi korban termasuk dalam proses hukumnya. Kita tidak boleh melepas kasus-kasus kejahatan seksual,” kata Ace.
Baca juga: Alasan Polisi Hentikan Kasus Pemerkosaan Anak di Luwu Timur
Rusak Masa Depan
Penyelidikan kasus yang terjadi pada tahun 2019 itu telah dihentikan, dengan alasan kurangnya bukti. Ace berharap adanya pendalaman kasus mengingat persoalan ini juga telah menimbulkan keresahan publik.
“Setiap kekerasan terhadap anak harus diusut tuntas dan diberikan hukuman sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” tegasnya.
Ketiga anak korban kekerasan seksual di Luwu Timur beserta ibunya sudah mendapat pendampingan dari LBH Makassar. Meski begitu, Komisi VIII DPR meminta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) ikut mengawal kasus ini.
“Kekerasan seksual dapat merusak masa depan anak. Dan tentu saja ini akan berdampak terhadap generasi penerus bangsa. DPR RI juga akan ikut mengawal kasus kekerasan seksual terhadap anak di Luwu Timur,” tutur Ace.
Berdasarkan data Kementerian PPPA, kekerasan seksual pada anak dan perempuan mencapai angka tertinggi pada tahun 2020 yakni sekitar 7.191 kasus. Sementara itu hingga 3 Juni 2021, terdapat 1.902 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.
Banyaknya kasus kekerasan seksual, termasuk kepada anak, menjadi alasan DPR berkomitmen membuat regulasi yang tepat terhadap kasus-kasus kekerasan seksual melalui RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). RUU TPKS berperspektif dan berpihak kepada korban.