Pengusutan Korupsi E-KTP Masih Lanjut, KPK Periksa Rekanan Proyek
- ANTARA
VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan Komisaris PT Sandipala Arthaputra Harry Sapto Soepoyo hari ini. Dia diperiksa untuk mendalami dugaan korupsi pengadaan e-KTP.
"Yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi," kata Plt juru bicara KPK Ali Fikri kepada awak media, Kamis, 7 Oktober 2021.
Ali mengatakan Harry diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan. Keterangannya dibutuhkan untuk mendalami dugaan rasuah yang menjerat tersangka Paulus Tannos itu.
Sebelumnya, KPK mengaku kesulitan memproses hukum tersangka Paulus Tannos. Hal ini karena Tannos berada di Singapura. KPK juga menyebut penahanan Tannos akan sulit dilakukan karena tidak ada perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura.
"Apa enggak bisa dilakukan upaya paksa penahanan? Tentu kita tidak punya perjanjian ekstradisi kan dengan Singapura," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata beberapa waktu lalu.
Disamping itu, menurut Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Karyoto, kondisi pandemi COVID-19 juga membuat penuntasan kasus e-KTP terkendala karena banyak saksi yang berada di Singapura.
Â
"Kondisi masih seperti ini, kami masih belum bisa pergi ke luar negeri, yang dari sana juga belum bisa ke sini," kaya Karyoto.
Meski demikian, Karyoto mengaku telah meminta keterangan saksi melalui surat elektronik alias e-mail. Namun, hal tersebut belum cukup. KPK, kata Karyoto perlu memeriksa saksi secara tatap muka. "Artinya, secara komunikasi mungkin hanya per email saja," kata Karyoto
Diketahui, Agustus 2019 lalu, lembaga antirasuah kembali menjerat menetapkan 4 tersangka baru kasus e-KTP.
Keempat tersangka baru itu adalah mantan anggota DPR Miryam S Hariyani; Direktur Utama Perum PNRI yang juga Ketua Konsorsium PNRI, Isnu Edhi Wijaya; Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik, Husni Fahmi; serta Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos.
Dalam kasus ini, PT Sandipala Arthaputra yang dipimpin Tannos diduga diperkaya Rp145,85 miliar; Miryam Haryani diduga diperkaya US$1,2 juta; manajemen bersama konsorsium PNRI sebesar Rp137,98 miliar dan Perum PNRI diperkaya Rp107,71 miliar serta Husni Fahmi diduga diperkaya senilai US$20.000 dan Rp10 juta.
 – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan Komisaris PT Sandipala Arthaputra Harry Sapto Soepoyo hari ini. Dia diperiksa untuk mendalami dugaan korupsi pengadaan e-KTP.
"Yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi," kata Plt juru bicara KPK Ali Fikri kepada awak media, Kamis, 7 Oktober 2021.
Ali mengatakan Harry diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan. Keterangannya dibutuhkan untuk mendalami dugaan rasuah yang menjerat tersangka Paulus Tannos itu.
Sebelumnya, KPK mengaku kesulitan memproses hukum tersangka Paulus Tannos. Hal ini karena Tannos berada di Singapura. KPK juga menyebut penahanan Tannos akan sulit dilakukan karena tidak ada perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura.
"Apa enggak bisa dilakukan upaya paksa penahanan? Tentu kita tidak punya perjanjian ekstradisi kan dengan Singapura," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata beberapa waktu lalu.
Disamping itu, menurut Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Karyoto, kondisi pandemi COVID-19 juga membuat penuntasan kasus e-KTP terkendala karena banyak saksi yang berada di Singapura.
Â
"Kondisi masih seperti ini, kami masih belum bisa pergi ke luar negeri, yang dari sana juga belum bisa ke sini," kaya Karyoto.
Meski demikian, Karyoto mengaku telah meminta keterangan saksi melalui surat elektronik alias e-mail. Namun, hal tersebut belum cukup. KPK, kata Karyoto perlu memeriksa saksi secara tatap muka. "Artinya, secara komunikasi mungkin hanya per email saja," kata Karyoto
Diketahui, Agustus 2019 lalu, lembaga antirasuah kembali menjerat menetapkan 4 tersangka baru kasus e-KTP.
Keempat tersangka baru itu adalah mantan anggota DPR Miryam S Hariyani; Direktur Utama Perum PNRI yang juga Ketua Konsorsium PNRI, Isnu Edhi Wijaya; Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik, Husni Fahmi; serta Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos.
Dalam kasus ini, PT Sandipala Arthaputra yang dipimpin Tannos diduga diperkaya Rp145,85 miliar; Miryam Haryani diduga diperkaya US$1,2 juta; manajemen bersama konsorsium PNRI sebesar Rp137,98 miliar dan Perum PNRI diperkaya Rp107,71 miliar serta Husni Fahmi diduga diperkaya senilai US$20.000 dan Rp10 juta.