Alasan Jenderal Anumerta A Yani Sekolahkan Anak di Sekolah Katolik
- VIVA / Willibodus (Jakarta)
VIVA – Jenderal Anumerta Ahmad Yani di mata putra putrinya merupakan sosok yang tegas dan disiplin. Demi menerapkan disiplin yang tinggi itu, Ahmad Yani bahkan menyekolahkan anak-anaknya di sekolah Katolik.
Putra Ahmad Yani, Untung Mufreni Ahmad Yani mengatakan, pendidikan dan disiplin yang diterapkan di sekolah Katolik pada zaman itu dinilai lebih baik. Meskipun, pada akhirnya, pendidikan agama Islam tak dijalani dengan baik.
"Kami sekolahnya Katolik, karena di zaman itu sekolah islam jarang kan. Jadi bapak bilang kalau sekolah Katolik bisa lebih disiplin. Cuman agama memang kurang kita jadinya. Saya mulai belajar-belajar agama Islam itu setelah kejadian, jadi dipanggilin dari Pusroh AD datang kita belajar ngaji dan salat," kata Untung, seperti dikutip dari kanal YouTube VDVC talk, Kamis 7 Oktober 2021.
Bahkan, lanjut Untung, saat belajar di rumah, Jenderal Ahmad Yani selalu memeriksa hasil belajar putra putrinya itu. Tak hanya itu, ia pun mencoba menguji kemampuan belajar anak-anaknya dengan memberikan tes setelah belajar itu.
"Dia priksa aja, enggak ngawasin (saat belajar). Dites kita, kalau salah dimarahin. Bapak gak mukul, cuman dia jewer," lanjutnya.
Terkadang, apabila anak-anaknya nakal, Ahmad Yani menyentil telinga atau disuruh bediri dalam waktu yang lama [distrap]. Bahkan, anak-anaknya pernah disuruh berdiri karena tertangkap basah sedang belajar merokok.
"Kita kan anak laki-laki suka nakal lah, jadi telinga itu disentil. Saya pernah (distrap) karena belajar ngerokok. Daun kaung jagung itu gak ada isinya, dilinting terus kita ngerokok lah, itu di Cipayung. Eh pas dia buka pintu kamarnya, lihat saya, Eddy, mbak Yuni yang nomor enam sama Mbak Nani kalau gak salah," kenang Untung.
"Waduh langsung dipanggil, kita distrap berdiri di balik pintu. Kita disuruh hisap pipa yang enggak ada isinya, cuman disuruh hisap gantian. Harus disiplin," sambungnya.
Menurut Untung, urusan makan bersama di keluarga Ahmad Yani adalah sebuah kewajiban. Meski tak setiap saat, namun makan bersama diwajibkan pada saat makan siang.
"Kita kalau makan juga harus sama-sama, makan siang. Kalau pagi makan seadanya saja, kalau bapak sudah rutin dia makan pagi. Tapi kalau makan siang itu juga telat, kalau udah pulang kantor aja, jam 3 kalau udah pulang, baru kita makan dan harus bareng. Jadi ibu bapak sama delapan anaknya ngumpul di meja makan yang segitu besarnya," jelas dia.
Urusan menu makan Jenderal Ahmad Yani sangat sederhana. Ia bahkan lebih suka makan petai ketimbang makanan yang lain. Bahkan, ia lebib suka masakan isterinya sendiri daripada makanan dari luar.
"Bapak itu paling suka makan petai. Pokoknya harus ada petainya. Makan juga kita biasa aja. Dia pernah ngomong gini, kalau mau jadi jenderal harus makan petai," ungkap Untung.
Hal lain yang dikenang putra Jenderal Ahmad Yani itu adalah mandi. Untung mencerikan, bahwa setiap pagi, Ahmad Yani sendiri yang selalu memandikan anak-anaknya, kecuali ketiga anaknya yang tertuanya yang sudah dewasa kala itu.
"Kita kalau mandi rame-rame dibarisin, diperiksa sama dia kayak tentara gitu. Nanti dimandiin deh, dikeramasinlah. Kalau kakak-kakak perempuan karena sudah dewasa, pisah dia, mandi sendiri di tempat lain. Setiap hari dimandiin sama bapak setiap pagi. Kalau sore kita mandi sendiri nanti dimonitor sama kakak saya. Kalau ibu cuman masak aja," kisahnya.
Hal lain yang dikenang dari sosok Ahmad Yani adalah kebiasaanya bermain layang-layang. Hal itu sudah menjadi rutinitasnya setiap sore, sehabis pulang kerja.
"Bapak itu hobinya main layangan, sore pulang kantor aja, jam 4 jam 5 main layangan, anak laki-lakinya diajak semua. Tetangganya tentara semua, ya perwira-perwira lah, ikut main layangan juga. Tapi karena ini Panglima TNI AD enggak pernah kalah dia. Kadang-kadang mereka mengalah, talinya diputusan sama yang main. Masa KASAD kalah," sebut Untung sambil tertawa kecil.
Suatu ketika, Untung pulang ke rumah dalam keandaan terisak-isak karena kalah berkelai dengan tetanggannya. Oleh Ahmad Yani, Â Untung disuruh pergi lagi untuk berkelahi sampai menang dan baru diperbolehkan pulang ke rumah.
"Saya pernah berantam sama tetangga, pulang nangis, saya disuruh balik lagi, disuruh berantem lagi sampai menang. Enggak boleh kalah," tambahnya.
Pada akhirnya, setelah kematiah Jenderal Ahmad Yani, anak-anaknya hanya dibesarkan oleh seorang ibu, Yayu Rulia Sutowiryo. Ibu Yayu menjadi tulang punggung keluarga, mengasuh anak-anaknya yang masih kecil seorang diri.
Meski TNI AD tak pernah meninggalkan keluarga Ahmad Yani, namun beban seorang ibu tetaplah berat. Membesarkan delapan orang putra putrinya sendiri tentu tak mudah.
Akhirnya kita hanya dibesarin sama seorang ibu, itu lebih berat. Itu biar kata diayomi sama TNI AD, perasaan ibu lihat anaknya masih kecil, mana kebanyakan perempuan lagi. Tapi hebat dia, delapan anak sendiri, jadilah kita sampai tua-tua ini. Ibu hebat," tandas Untung.