Adegan Mayjen Soeharto dan Kolonel Sarwo Edhie yang Raib di Kostrad

Adegan Mayjen Soeharto memerintahkan Kol Sarwo Edhie untuk merebut Halim
Sumber :
  • Repro Film G30S PKI (Arifin C Noer)

VIVA – Kontroversi hilangnya diorama tokoh penumpasan Gerakan 30 September PKI atau G30S PKI di Museum Dharma Bhakti Markas Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad), Gambir, Jakarta Pusat, bergulir bak bola panas. 

Hebat, Pensiunan Letkol Sukses Besarkan 2 Anak Jadi Jenderal Pasukan Elit TNI

Tak main-main, mantan Panglima TNI Jenderal (purn) Gatot Nurmantyo menyebut hilangnya diorama Mayjen Soeharto dan Kolonel Sarwo Edhie di Mako Kostrad sebagai indikasi penyusupan paham komunis di tubuh TNI. 

Pihak Kostrad sendiri sudah memberikan klarifikasi atas raibnya diorama yang menampilkan adegan Mayjen Soeharto (saat itu Pangkostrad) sedang memberikan perintah kepada Komandan Resimen RPKAD Kolonel Sarwo Edhie Wibowo terkait penumpasan G30S PKI.

Puspenerbal Persiapkan Replika Pesud ILLYUSIN Beagle Buatan Uni Soviet untuk Monumen Pusat TNI AL

Kepala Penerangan Kostrad Kolonel Inf Haryantana dalam siaran persnya, di Jakarta, Senin, menyatakan Kostrad tidak pernah membongkar atau menghilangkan patung sejarah (penumpasan G30S/PKI) Museum Dharma Bhakti di Markas Kostrad.

"Tapi, pembongkaran patung-patung tersebut murni permintaan Letnan Jenderal TNI (Purn) Azmyn Yusri Nasution sebagai pembuat ide dan untuk ketenangan lahir dan batin," kata Haryantana.

TNI AL Kerahkan Kapal Perang untuk Distribusi Bantuan Korban Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki

Menurut Kolonel Haryantana, Kostrad tidak mempunyai ide untuk membongkar patung Mayjen Soeharto, Kolonel Sarwo Edhie, dan Jenderal AH Nasution yang ada dalam ruang kerja Soeharto di Museum Dharma Bhakti, di Markas Kostrad.

Ia menyebut ada permintaan sebelumnya dari Letnan Jenderal TNI Azmyn Yusri Nasution selaku pembuat patung-patung itu. Letjen Azmyn, menurut Haryantana, meminta langsung kepada Pangkostrad Letjen TNI Dudung untuk dapat menyerahkan patung-patung tersebut kepadanya.

"Patung itu yang membuat Letjen TNI (Purn) AY (Azmyn Yusri) Nasution saat beliau menjabat Pangkostrad, kemudian pada tanggal 30 Agustus 2021 Pak AY (Azmyn Yusri) Nasution meminta kepada Pangkostrad Letjen TNI Dudung Abdurrahman untuk diserahkan kembali pada Letjen TNI Purn AY (Azmyn Yusri) Nasution," ujarnya pula

Seperti diketahui, diorama tokoh Mayjen Soeharto, Kolonel Sarwo Edhie dan Jenderal AH Nasution  merupakan potongan adegan film Pengkhianatan G30S PKI yang digarap Sutradara Arifin C Noer (1984). 

Dalam adegan film tersebut, nampak Komandan RPKAD Kolonel Sarwo Edhie masuk ke dalam ruangan Pangkostrad Mayjen Soeharto dan bersiap menerima perintah. Hadir di ruangan itu  Menteri/Panglima TNI Angkatan Darat Jenderal AH Nasution yang tengah duduk di kursi dengan kaki di atas meja dengan balutan perban.

Jenderal AH Nasution merupakan korban selamat dari upaya penculikan G30S PKI. Dia berhasil kabur dengan melompati pagar saat Tjakrabirawa menyatroni kediamannya. Dalam peristiwa itu, putri Jenderal Nasution Ade Irma Suryani Nasution tewas tertembak, dan ajudan Nasution Lettu Piere Tendean ikut diculik dan ditembak mati PKI di Lubang Buaya.

Kolonel Sarwo Edhie menghadap Mayjen Soeharto di kantornya untuk membahas rencana penyerangan Pangkalan Udara Halim Perdanakusumah. Lanud Halim saat itu menjadi basis PKI setelah melakukan penculikan para jenderal. 

"Bagaimana Pak Harto apa jadi rencana menguasai Halim?" kata Kolonel Sarwo Edhie. "Agar jangan kesiangan dan menghindari pertempuran," 

Saat Mayjen Soeharto berpikir keras soal rencana yang disodorkan Kolonel Sarwo Edhie, tiba-tiba Jenderal AH Nasution menyela.  

"Sarwo Edhie, Jij mau bikin tweede Mapanget ya?" (Sarwo Edhie kamu mau bikin Mapanget kedua ya?" kata Jenderal Nasution. Sarwo Edhie pernah merebut Lanud Mapanget di Manado pada tahun 1957 yang dikuasai Permesta dengan serangan kilat prajurit komando yang dipimpinnya.  

Mayjen Soeharto tersadar dan memerintahkan Sarwo Edhie untuk merebut kembali Lanud Halim. "Kerjakan sekarang juga," tegas Mayjen Soeharto. Operasi merebut Lanud Halim langsung dieksekusi RPKAD pada 2 Okotober 1965, dini hari.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya