KPK Tetapkan Bupati Kolaka Timur sebagai Tersangka
- VIVA.co.id/ Edwin Firdaus
VIVA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kolaka Timur, Andi Merya Nur sebagai tersangka kasus suap terkait proyek yang berasal dari dana hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Selain Andi Merya, dalam kasus ini, KPK juga menjerat Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kolaka Timur, Anzarullah sebagai tersangka.
Penetapan Andi Merya dan Anzarullah sebagai tersangka dilakukan KPK melalui gelar perkara, setelah memeriksa enam orang yang diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa malam, 21 September 2021.
"Setelah dilakukan pengumpulan berbagai bahan keterangan dugaan tindak pidana korupsi dimaksud, selanjutnya KPK melakukan penyelidikan yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, maka KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan tersangka," kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron dalam konferensi pers di kantornya, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 22 September 2021.
Ghufron menjelaskan, kasus ini bermula saat Andi Merya dan Anzarullah mengajukan dana hibah kepada BNPB berupa dana rehabilitasi dan rekonstruksi atau RR dan dana siap pakai atau DSP pada periode Maret hingga Agustus 2021.
Pada awal September 2021, Andi Merya dan Anzarullah menyampaikan paparan mengenai pengajuan dana hibah logistik dan peralatan di Kantor BNPB, Jakarta.
"Pemkab Kolaka Timur memperoleh dana hibah BNPB yaitu hibah relokasi dan rekonstruksi senilai Rp26,9 miliar dan hibah dana siap pakai senilai Rp 12,1 miliar," kata Ghufron.
Dari pemaparan itu, Anzarullah lalu meminta Andi Merya, agar beberapa proyek pekerjaan fisik yang bersumber dari dana hibah BNPB itu nantinya dilaksanakan oleh orang-orang kepercayaannya dan pihak-pihak lain yang membantu mengurus, agar dana hibah tersebut cair ke Pemkab Kolaka Timur.
Khusus untuk paket belanja jasa konsultansi perencanaan jembatan dua unit, di Kecamatan Ueesi senilai Rp714 juta dan belanja jasa konsultasi perencanaan pembangunan 100 unit rumah di Kecamatan Uluiwoi senilai Rp175 juta akan dikerjakan oleh Anzarullah.
"AMN (Andi Merya Nur) menyetujui permintaan AZR (Anzarullah) tersebut dan sepakat akan memberikan fee kepada AMN sebesar 30 persen," kata Ghufron.
Selanjutnya Andi Merya memerintahkan Anzarullah untuk berkoordinasi langsung dengan Dewa Made Ramawan selaku Kabag ULP agar memproses pekerjaan perencanaan lelang konsultan dan mengunggahnya ke LPSE, sehingga perusahaan milik Anzarullah dan atau grupnya dimenangkan serta ditunjuk menjadi konsultan perencana pekerjaan dua proyek tersebut.
Sebagai realisasi kesepakatan, Andi Merya diduga meminta uang sebesar Rp250 juta atas dua proyek pekerjaan yang akan didapat Anzarulalh tersebut.
"AZR kemudian menyerahkan uang senilai Rp25 juta lebih dahulu kepada AMN dan sisanya sebesar Rp225 juta sepakat akan diserahkan di rumah pribadi AMN di Kendari," kata Ghufron.
Atas perbuatannya, Anzarullah selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, Andi selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.