Heboh Napoleon Aniaya Kece, Sosiolog: Harus Dibaca Secara Tersirat

Irjen Napoleon Bonaparte saat menjalani sidang pengadilan red notice.
Sumber :
  • ANTARA

VIVA –  Kasus penganiayaan yang dilakukan Irjen Napoleon Bonaparte terhadap tersangka kasus penodaan agama M Kece memantik kehebohan publik. Alasan Napoleon menganiaya Kece karena tak terima korban melecehkan Agama Islam dan Nabi Muhammad. 

Massa Pendukung Paslon Rampas Kotak Suara di Pilkada Mamberamo Tengah, Honai Dibakar

Sosiolog Trubus Rahadiansyah menganalisa insiden tersebut sebagai fenomena buruknya hubungan individual pelaku dan korban di dalam tahanan. Menurutnya, tindakan Napoleon Bonaparte (NB) dengan alasan membela agama juga tidak proporsional. 

Apalagi, kata dia, dugaan penganiayaan terhadap M Kece (MK) itu diperkuat dengan kemunculan surat terbuka pengakuan dari Napoleon. "Jadi, kalau ditinjau secara sosiologi, ada interaksi antara NB dan MK, di mana dalam interaksi itu tidak berlangsung harmonis," kata Trubus, Selasa, 21 September 2021.

Kasus Penganiayaan Terhadap Murid, Guru Honorer Supriyani Divonis Bebas

Dia menjelaskan, dalam sosiologi hukum ada pihak yang memperoleh perlakuan sebagai stimulus pesan dan dimaknai secara berbeda. Dengan menganalisa insiden antara NB sebagai pelaku dan korban adalah Kece, maka perkara ini bersifat individual.

“NB tidak mewakili atribut sosial sebagai seorang polisi ataupun karena beragama Islam. Maka, ini bukan perilaku institusional," lanjut Trubus.

Pria di Pulogadung Sadar dan Tanpa Pengaruh Alkohol Aniaya Pengendara Mobil hingga Tewas

"Begitu pula dengan MK, dia tidak mewakili perilaku institusional dirinya sebagai korban. Saya tidak tahu atribut apa yang melekat dengan MK. Kalau NB kan semua orang mengenalinya dengan latar belakang polisi,” jelasnya.

Pun, dia menambahkan ada yang unik dalam insiden ini. Sebab, tiba-tiba publik dihebohkan dengan surat terbuka dari Napoleon sebagai pengakuan menganiaya Kece. Padahal, publik tak memahami perkara tersebut.

“Dalam surat terbuka itu, kemudian NB melakukan pembelaan bahwa penganiayaan dilakukan atas dasar membela agama. Ini kan yang akhirnya menimbulkan sentimen argumen di publik," tuturnya.

Dia melanjutkan saat membaca utuh surat terbuka Napoleon, ada tulisan bahwa kelakuan Kece yang menistakan Agama Islam dianggap memecah belah persatuan dan kesatuan. 

Namun, ia menekankan cara Napoleon itu justru tak proporsional karena memantik pro-kontra dan menambah heboh publik.

“Poin saya dalam hal itu adalah jangan melihat apa yang tersuratnya, tapi lihat meaning (makna) yang akhirnya mempertontonkan sebuah akrobat isu tertentu. Yang diasumsikan, karena kepentingannya NB tidak terpenuhi,” jelas Trubus.

Menurut dia, dari kronologi persoalan yang diketahuinya berdasarkan pemberitaan media massa bahwa penganiayaan dilakukan sehari setelah Kece masuk rutan Bareskrim. Dari pengakuan kerabat Kece, penganiayaan dilakukan pukul 01.00 hingga pukul 03.00. 

Lalu, MK melaporkan kejadian ini pada Bareskrim pada 26 Agustus lalu. Menurut dia, hal ini yang mesti dimaknai secara tersirat.

“Jadi, isu ini baru ramai diperbincangkan publik hampir satu bulan pasca kejadian. Jadi, itulah mengapa saya sebutkan tadi, isu ini harus dibaca secara apa yang tersirat atau meaning (makna). Bukan saja apa yang tersurat,” tuturnya.

Dia mengatakan agar publik juga mesti cermat dalam persoalan ini. Menurut dia, kasus ini terlihat memiliki rancang bangun yang akhirnya berpotensi digiring bisa memojokkan atau membenarkan salah satu pihak.

"Jangan terprovokasi. Ini masalah individu, bukan masalah atribut sosial sebagai muslim," sebutnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya