Raja OTT KPK: Jokowi Punya Tanggung Jawab Moral Akhiri Polemik TWK
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA – Kepala Satuan Tugas Penyelidik nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Harun Al Rasyid, menilai Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi mempunyai tanggung jawab moral untuk mengakhiri kisruh alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Harun termasuk ke dalam 56 pegawai KPK yang dianggap tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dan akan dipecat per 30 September 2021. Selama ini Harun dijuluki 'Raja OTT' karena sering menangkap tangan para koruptor.
"Presiden (Jokowi) sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di bidang pemerintahan dan juga sebagai kepala negara tentu dia punya tanggung jawab moral," kata Harun saat menghadiri agenda kantor darurat pemberantasan korupsi di Jakarta, Jumat, 17 September 2021.
Harun meminta Jokowi membaca secara cermat rekomendasi Ombudsman RI dan hasil investigasi Komnas HAM mengenai malaadministrasi dan pelanggaran HAM dalam proses alih status melalui metode asesmen TWK.
Ombudsman sebelumnya, menyatakan telah terjadi penyalahgunaan wewenang, pelanggaran administrasi, dan pelanggaran prosedur dalam penyusunan kebijakan dan pelaksanaan TWK.
Lembaga pengawas penyelenggaraan pelayanan publik itu meminta KPK melaksanakan tindakan korektif termasuk mengalihkan status 75 pegawai KPK menjadi ASN. Adapun tindakan korektif itu bersifat sukarela, tidak memaksa sebagaimana rekomendasi. KPK dalam hal ini keberatan untuk menjalankan tindakan korektif dimaksud.
Ombudsman mengungkapkan telah mengirim rekomendasi kepada Jokowi dan Ketua DPR RI, Puan Maharani. Berdasarkan UU Ombudsman, rekomendasi wajib dilaksanakan.
Sementara itu, Komnas HAM menyimpulkan terdapat 11 bentuk pelanggaran HAM dalam proses alih status pegawai lembaga antirasuah melalui metode asesmen TWK. Beberapa di antaranya yakni hak atas keadilan dan kepastian hukum, hak perempuan, hak untuk tidak didiskriminasi, hingga hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Sejumlah rekomendasi Komnas HAM ke Jokowi yakni meminta status 75 pegawai KPK dipulihkan sehingga dapat diangkat menjadi ASN. Selain itu, Komnas HAM meminta Jokowi membina seluruh pejabat kementerian/lembaga yang terlibat dalam proses penyelenggaraan asesmen TWK pegawai KPK.
"Masih ada waktu kira-kira 13 hari bagi presiden, saya dan teman-teman masih yakin presiden berpihak kepada kami. Tentu bekalnya adalah presiden harus lebih cermat lagi membaca hasil rekomendasi Ombudsman RI dan Komnas HAM," kata Harun.
KPK mengumumkan pemecatan 56 dari 75 pegawai non aktif yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat menjadi ASN. Kebijakan pemberhentian terhadap 56 pegawai itu mulai berlaku per 30 September 2021.
Selain Harun, ada sejumlah nama lain yang sudah dikenal publik seperti penyidik senior Novel Baswedan, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi Giri Suprapdiono hingga Kepala Bagian Hukum Rasamala Aritonang.
Langkah pimpinan KPK memecat 56 pegawai ini lebih cepat dibandingkan rencana merujuk SK Nomor 652 Tahun 2021. Dalam SK itu, disebutkan puluhan pegawai KPK non aktif semestinya diberhentikan pada 1 November 2021.