Kronologi Penangkapan Tauhidi Fachrurozi, DPO yang Diringkus Kejagung

Ilustrasi kejaksaan.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi

VIVA - Tim gabungan Kejaksaan Agung berhasil menangkap buronan tindak pidana korupsi, Tauhidi Fachrurozi, di Jalan Perum Mahkota, Subang, Jawa Barat, pada Kamis, 16 September 2021, pukul 15:00 WIB. Tauhidi merupakan buronan dari Kejaksaan Negeri Garut.

Pakar Pidana: Tidak Mungkin Surat Keterangan 2 Ahli Kejagung di Sidang Praperadilan Bisa Sama Persis

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, menyampaikan Tauhid dicokok di kediamannya karena ketika dipanggil oleh jaksa eksekutor Kejaksaan Negeri Garut, ia tidak datang memenuhi panggilan yang sudah disampaikan secara patut. Oleh karena itu, lanjut Leonard, yang bersangkutan lantas dimasukkan ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).

“Dan akhirnya berhasil diamankan,” kata Leonard melalui keterangan resminya, Jumat, 17 September 2021.

Pengacara Tom Lembong Protes SPDP Diterima Lebih dari 7 Hari Usai Diterbitkan Sprindik

Leonard mengatakan sebelum melakukan penangkapan, tim melakukan pemantauan di lingkungan tempat tinggal Tauhidi selama beberapa hari. Hal itu untuk memastikan terpidana berada di kediamannya.

“Dan setelah dilaksanakan pengamanan, terpidana dibawa ke Kantor Kejaksaan Negeri Subang dan selanjutnya dibawa Kejaksaan Negeri Garut untuk dilakukan eksekusi,” ujar Leonard.

Kesaksian Tertulis Saksi Ahli Diduga Disiapkan Jaksa, DPR Minta Kejagung Transparan dan Profesional

Baca juga: Kejati Tangkap Koruptor di Subang Setelah 14 Tahun Buron

Leonard melanjutkan setelah sampai di Kejaksaan Negeri Garut, Tauhidi dilakukan pemeriksaan kesehatan dan swab antigen dengan hasil dinyatakan sehat dan negatif COVID-19. Dan selanjutnya dilakukan eksekusi oleh jaksa eksekutor pidana khusus Kejaksaan Negeri Garut ke Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas II B Garut.

“Melalui program Tabur (tangkap buronan) Kejaksaan, kami menghimbau kepada seluruh Daftar Pencarian Orang (DPO) Kejaksaan untuk segera menyerahkan diri dan mempertanggung-jawabkan perbuatannya karena tidak ada tempat yang aman bagi para buronan,” kata Leonard.

Lebih lanjut, Leonard menjelaskan perjalanan kasus dari Tauhidi Fachrurozi. Dia menuturkan kasus ini berawal dari proyek peningkatan sarana dan prasarana usaha kelautan tahun anggaran 2005 di lingkungan Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat.

Lalu dilakukan pembuatan/pengembangan Pusat Pelelangan Ikan (PPI) Cilauteureun Desa Pamalayan, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut, yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Barat tahun anggaran 2005 dengan nilai kontrak sebesar Rp1.190.572.000.

Kemudian, PT Satia Nugraha Mulya dengan Direktur M. Taufiq A, mendapatkan pekerjaan tersebut. Taufiq lalu memberikan kuasa kepada Tauhidi Fachrurozi sebagai pelaksana kegiatan/pekerjaan.

Belakangan, berdasarkan putusan Mahkamah Agung No. 669 K/Pid.Sus/2007 tanggal 5 September 2007, Tauhidi terbukti bersalah karena melaksanakan pembangunan yang tidak sesuai atau menyimpang dari bestek yang ada, dan tidak melakukan kewajiban memperbaiki kerusakan bangunan revetment dalam masa pemeliharaan.

Padahal, Tauhidi dan M. Taufiq A, telah menerima uang pembayaran sebesar Rp1.009.496.821. Akibat dari perbuatan Tauhidi bersama dengan M. Taufiq, telah merugikan keuangan negara/daerah sebesar Rp597.503.049.52.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya