DPR Ungkap Pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi Masih Buntu

Anggota Komisi I DPR RI Muhammad Farhan
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Galih Pradipta

VIVA – Maraknya kejahatan siber di Indonesia mulai dari bocornya data pribadi hingga menyasar perangkat strategis pemerintah dalam menangani pandemi COVID-19 dianggap menjadi salah satu tanda benteng pencegahan dunia maya mudah ditembus oleh penjahat siber.

DPR Akan Kaji Usulan Pemilu Nasional dan Lokal tapi Tidak Sekarang

Anggota Komisi I DPR RI Muhammad Farhan menjelaskan, perangkat negara yang harus diperkuat untuk melawan itu kini, di antaranya Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), dengan payung hukum Undang-undang Keamanan dan Ketahanan Siber Nasional.

"BSSN perlu diperkuat untuk membangun pertahanan dan keamanan siber di Indonesia. Penguatan legislasi dan anggaran negara untuk membangun jaringan pertahanan dan keamanan siber nasional," ujar Farhan dalam keterangan persnya, Rabu, 15 September 2021.

Sindir PDIP Tolak PPN 12 Persen, PAN: Seakan-akan seperti Hero, Lempar Batu Sembunyi Tangan

Namun, upaya perlindungan juga masih terkendala di DPR karena belum ada kesepakatan antara Parlemen dengan Pemerintah untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP).

"Namun, dalam tata tertib pasal pembahasan telah menghabisakan tiga masa persidangan dan dua tambahan masa persidangan. Kami ajukan agar pimpinan DPR RI dan Badan Musyawarah 9 Fraksi di DPR RI memberikan kembali kesempatan bagi menuntaskan RUU PDP," ujarnya.

Ketua Komisi II DPR Menolak KPU dan Bawaslu Jadi Badan Ad Hoc

Pembahasan RUU PDP yang alot, katanya, berada pada masalah belum adanya kejelasan terkait statuta pemegang otoritas penuh penindakan. Hal yang diperdebatkan ialah otoritas penindakan itu lembaga independen di bawah Presiden, atau di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika, atau gabungan keduanya—di bawah Presiden yang pejabatnya ditunjuk oleh Menteri Komunikasi dan Informatika.

Selain itu, katanya, belum ada kejelasan batasan jangkauan kategori data yang wajib dilindungi. “Perdebatan apakah perlindungan data pribadi, selain mengatur perlindungan data elektronik juga mengatur perlindungan data non-elektronik?”

Menurutnya, dalam RUU PDP terdapat tiga kepentingan menyesuaikan dengan ekosistem digital di Tanah Air, yaitu kepentingan bisnis, layanan publik dan kepentingan politik. Kepentingan bisnis atau ekonomi adalah kepentingan para pelaku bisnis digital yang melakukan monetasi atas data pribadi yang dikumpulkan, dikuasai, dikelola dan diolah, baik itu untuk kepentingan bisnis iklan (adsense), konsultasi marketing, ataupun direct selling.

Kepentingan layanan publik menyangkut masalah administrasi publik untuk layanan kesehatan publik, pendidikan nasional, pendaftaran pemilihan umum, penelitian ilmiah, sensus penduduk, sensus ekonomi, sensus pertanian dan penegakan hukum.

“Dalam hal ini pemerintah juga berkepentingan untuk melindungi data karya hak cipta budaya, seni dan ilmiah," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya