Dana Abadi Pesantren, Kiai NU Ogah Dikit-dikit Sowan Pemerintah
- VIVA/Lucky Aditya
VIVA – Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2021 tentang pendanaan penyelenggaraan pesantren direspon positif kalangan ulama dan pendidik di pesantren. Dengan terbitnya perpres tersebut setidaknya menjadi landasan bagi pemerintah daerah untuk membantu alokasi anggaran pendidikan pesantren di Tanah Air.
Pengalokasian dana abdi pesantren ini dinilai positif karena membantu meningkatkan kualitas pendidikan dan keberlanjutan pesantren. Disamping itu, manajemen pondok pesantren dituntut membuat pelaporan yang baik dan transparan.
"PP 82 tahun 2021 tentang dana penyelenggaraan pesantren ini bagus untuk keberlanjutan biaya pesantren sekaligus pelaporan yang apik," kata Pengasuh Pesantren Amanah Cendekia Depok, KH Cholil Nafis dalam keterangannya di twitter, Rabu, 15 September 2021.
"Hanya jangan sampai karena kekurangan informasi dan kesalahan pencatatan sehingga pengelolaannya salah dan dianggap menyimpang yang berdampak pada citra pesantren," sambungnya
Sementara itu, Pengasuh Pesantren Sabilurrosyad Gasek, Malang, yang juga Ketua Tanfidziyah PWNU Jatim, KH Marzuki Mustamar mengingatkan potensi keruwetan bisa muncul dalam tataran pelaksanaan administrasi dana abadi pesantren.
Ia membayangkan para kiai pengasuh pesantren pasti akan mengalami kesulitan dalam hal mengurus legalitas dan formalitas sebagai syarat mendapatkan bantuan dana penyelenggaraan pesantren. Menurutnya, kerumitan itu tidak baik bagi para kiai atau ulama pengasuh pesantren.
"Pertama, [dampak buruknya] mengganggu proses belajar mengajar yang berdampak pada kualitas. Kedua, mental kiai itu jadi kurang baik, sedikit-sedikit mesti sowan ke pemda atau kemana-mana untuk urusan itu," ujarnya di kantor PWNU Jatim di Surabaya, Selasa, 14 September 2021.
"Padahal, yang paling baik itu kalau kata Nabi, khairu al-umara alladzina ya’tuuna al-ulama wa syarru al-ulama ya’tuuna al-umara. Sebaik-baik pejabat pemerintah itu yang yang sering sowan kepada ulama dan meladeni. Misalnya, datang ke kiai, terus matur ke kiai, ini belum selesai surat wakafnya, monggo kulo urusi, Kiai," imbuhnya.
Atas dasar itu, Kiai Marzuki berharap Perpres Dana Abadi Pesantren pada tataran pelaksanaannya tidak membuat ribet pengelola pesantren. Sebaliknya, aparatur pemerintah lah yang mestinya pro aktif mengurusi urusan formalitas dan legalitas pesantren.
"Kami ingin pemerintah, aparat, kader partai politik, mereka lah yang seharusnya gellem ribet (mau ribet) mengurusi legalitas dan formalitasnya pesantren, sampai akhirnya pesantren itu berhak mendapatkan bantuan dan berhak mendapatkan legalitas. Ojo kiai sing ben dino ngajar kitab Shahih Bukhari-Muslim, kesel nyuwuk santri, bengi tangi, sik diribeti dengan formalitas," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah meneken Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2021 tentang pendanaan penyelenggaraan pesantren. Terbitnya Perpres ini diharapkan kian meningkatkan kualitas pendidikan pesantren di Tanah Air.
Dengan perpres tersebut setidaknya menjadi regulasi memperkuat bagi pemerintah daerah atau pemda untuk membantu dalam hal alokasi anggaran.
“Terbitnya Perpres ini adalah sebuah momentum besar bagi dunia pesantren. Kami berterima kasih kepada Bapak Presiden Jokowi yang memiliki komitmen dan perhatian besar dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan pesantren," ujar Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas di Jakarta, Selasa, 14 September 2021.
Yaqut menyampaikan, perpres tersebut ditandatangani Presiden Jokowi pada 2 September 2021. Penyusunan Perpres ini turut dilakukan Kementerian Agama (Kemenag) dengan melibatkan para pihak dari lintas kementerian/lembaga negara dan stakeholders pesantren.
Yaqut menjelaskan dengan perpres ini, pemda juga bisa mengalokasikan anggaran untuk membantu pesantren. Hal ini menjadi langkah positif sebab selama ini ada keraguan sebagian pemda mengalokasikan anggaran untuk pesantren. Pemicunya karena anggapan pos pendidikan keagamaan dicap sebagai urusan pusat atau Kemenag.