Sejarah Gempa dan Tsunami Pacitan Jawa Timur

Ilustrasi gelombang tsunami
Sumber :
  • Istimewa

VIVA – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika atau BMKG menyebutkan, dalam catatan sejarah menunjukkan bahwa pada 4 Januari 1840 terjadi Gempa Jawa yang memicu terjadinya tsunami di Pacitan, setelah gempa berakhir.

Biar Tak Hujan saat ke TPS, Pemprov Jakarta Siapkan Rekayasa Cuaca di Hari Pilkada

Selanjutnya pada 20 Oktober 1859, terjadi lagi gempa besar di Pulau Jawa yang juga menimbulkan tsunami menerjang Teluk Pacitan, menewaskan beberapa orang awak kapal. 

"Gempa besar Jawa kembali terjadi pada 11 September 1921 berkekuatan 7,6. Pusat gempa ini terletak di zona outer rise selatan Pacitan yang juga memicu tsunami dan tercatat di Cilacap, sehingga sangat mungkin tsunami juga terjadi di Pacitan," ujar Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono kepada VIVA di Jakarta, Rabu, 15 September 2021. 

Daftar Daerah di Indonesia yang Bakal Diguyur Hujan Hari Ini

Kemudian, Pacitan kembali diguncang gempa besar pada 27 September 1937. Dampak gempa ini mencapai skala intensitas VIII-IX MMI menyebabkan 2.200 rumah roboh dan banyak orang meninggal.

"Sebagai daerah yang berhadapan dengan zona sumber gempa megathrust, wilayah Pacitan merupakan daerah rawan gempa dan tsunami," ujarnya. 

Prakiraan Cuaca Sebagian Kota di Jawa: Jakarta hingga Bandung Berpotensi Hujan Petir

Hasil monitoring BMKG terhadap aktivitas kegempaan sejak 2008 menunjukkan bahwa di wilayah selatan Pacitan beberapa kali terbentuk kluster seismisitas aktif, meskipun kluster pusat gempa yang terbentuk tidak diakhiri dengan terjadinya gempa besar.

Menurutnya, wilayah selatan Pacitan merupakan bagian dari zona aktif gempa di Jawa Timur yang mengalami peningkatan aktivitas kegempaan, di wilayah ini pada beberapa tahun terakhir sering terjadi aktivitas gempa signifikan yang guncangannya dirasakan masyarakat.

Potensi magnitudo maksimum gempa megathrust selatan Jawa Timur hasil kajian adalah 8,7. Nilai magnitudo gempa tertarget ini oleh tim kajian BMKG dijadikan sebagai inputan pemodelan tsunami untuk wilayah Pacitan. Dengan menggunakan data batimetri dasar laut Samudra Hindia dan data topografi pesisir Kabupaten Pacitan. 

Pemodelan juga sudah menggunakan data tutupan lahan, selanjutnya dilakukan running program pemodelan tsunami sehingga diketahui nilai ketinggian tsunami, zona genangan tsunami dan jauhnya landaan tsunami, serta waktu tiba tsunami di pantai. Setelah dipetakan maka jadilah peta bahaya tsunami produk BMKG yang sangat bermanfaat bagi masyarakat untuk acuan mitigasi.

Terkait bahaya tsunami, lanjut dia, morfologi Pantai Pacitan yang berbentuk teluk lebih berbahaya. Tsunami yang masuk teluk akan terakumulasi energinya karena tsunami yang masuk ke teluk gelombangnya berkumpul dan terjebak sehingga tinggi tsunami makin meningkat.

"Jika morfologi pantai teluknya landai maka tsunami dapat melanda daratan hingga jauh," ujarnya. 

Sebagai upaya mitigasi, ada banyak upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah korban saat terjadi tsunami. Masyarakat perlu memahami konsep evakuasi mandiri, karena evakuasi mandiri merupakan jaminan keselamatan dari tsunami yang sudah terbukti efektif mampu menyelamatkan masyarakat di Pulau Simeulue sejak ratusan tahun lalu dalam kisah “smong”.

Hal ini karena saat terjadi gempa kuat, maka saat itu juga masyarakat pesisir harus segera menjauh dari pantai. Untuk mendukung efektivitas proses evakuasi, maka jalur evakuasi harus sudah disiapkan, rambu evakuasi sudah terpasang secara permanen. Adanya kelengkapan fasilitas ini membuat masyarakat yang melakukan evakuasi akan dengan segera mencapai titik kumpul di tempat evakuasi sementara di daerah yang aman. 

Maka dari itu, ia mengimbau kepada masyarakat juga tidak boleh abai dengan peringatan dini tsunami yang disebarluaskan oleh BMKG menggunakan multimoda diseminasi. Masyarakat harus memiliki sikap swasadar informasi gempa dan peringatan dini tsunami serta memiliki respons yang cepat untuk segera melakukan evakuasi, karena golden time yang cukup singkat. 

Pemerintah daerah juga harus sigap dan cepat dalam merespons warning tsunami untuk selanjutnya mengaktivasi sirine untuk perintah evakuasi masyarakat pesisir agar segera menjauh dari pantai jika terjadi gempa berpotensi tsunami. 

Jika karena satu hal sebagian warga terlambat mengetahui adanya warning tsunami, maka penting bagi masyarakat memahami cara selamat dengan melakukan evakuasi vertikal secepatnya meskipun harus memanjat pohon, memanjat bangunan tower yang tinggi, atau memanjat bangunan tinggi lainnya yang terdekat.

Baca juga: BMKG Ungkap Skenario Terburuk Tsunami di Pacitan Jawa Timur

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya