Setara: Petani Kopsa M Berada dalam Perlindungan LPSK

Nomor telepon layanan aduan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

VIVA – Setara Institute menyoroti dugaan praktik kriminalisasi terhadap dua petani yang menjadi bagian Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa M). Kriminalisasi masih terkait polemik dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V. 

Asosiasi Pedagang Kelontong Tolak Rancangan Permenkes Soal Kemasan Rokok Polos

Ketua Setara Institute Hendardi menyampaikan dugaan kriminalisasi itu karena proses yang tidak sesuai prosedur diterapkan Polres Kampar, Riau

"Praktik ini seharusnya menjadi masa lalu. Tetapi, faktanya di lapangan masih banyak terjadi," kata
Hendardi di Jakarta, Selasa, 14 September 2021.

Mentan Blacklist 4 Perusahaan Pengedar Pupuk Palsu, Rugikan PetaniRp3,23 Triliun

Dia menjelaskan dalam perkara ini, dua petani tersebut hanya ingin jual hasil kebun sendiri. Namun, malah dituduh gelapkan barang oleh PTPN V. Kedua petani itu dilaporkan atas dugaan merampas truk. Tapi, dalam waktu kurang dari 24 jam usai laporan, Polres Kampar sudah menetapkan tersangka. 

"Kasus rekayasa dengan nomor LP/434/IX/2021/SPKT/POLRES KAMPAR/POLDA RIAU, tanggal 1 September 2021 ini, telah menjerat Kiki Islami Parsha dan Samsul Bahri," kata Hendardi, dalam keterangannya, Selasa, 14 September 2021.

LPSK Minta Masyarakat Lapor jika Mengalami Intimidasi saat Pilkada

Perwakilan petani di LPSK.

Photo :
  • Istimewa

Terkait itu, perwakilan Kopsa M yang merupakan wadah 997 petani mendatangi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Menurut Hendardi, para petani dalam Kopsa M itu juga tengah memperjuangkan hak-haknya yang diduga dirampas PTPN V dan pihak swasta lainnya.

"LPSK telah menetapkan petani-petani Kopsa M berada dalam status perlindungan lembaga negara ini," jelas Hendardi.

Menurut dia, para petani ini diduga jadi korban dari tata kelola PTPN V yang dinilainya tidak akuntabel. Ia bilang perusahaan BUMN itu malah memperdaya rakyat seperti petani dalam skema kerja sama yang tidak adil.

"Penggunaan instrumen hukum untuk membungkam petani adalah tindakan indisipliner dan kesewenang-wenangan aparat yang tidak boleh dibiarkan," katanya.

Kemudian, ia berharap agar pemerintah terutama Menko Polhukam Mahfud Md dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bisa merespons persoalan ini. Dia bilang, dugaan kriminalisasi terhadap petani ini mesti dihentikan. 

Selain itu, ia juga meminta Kompolnas juga berperan optimal dalam melakukan pengawasan terhadap aparat Polri.

"Visi Polri yang presisi dari Kapolri harus dipatuhi jajaran kepolisian di level Polda, Polres dan Polsek di seluruh Indonesia," sebut Hendardi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya