Kerangka Perempuan Dimakamkan 7.200 Tahun Lalu Ditemukan di Sulawesi
- bbc
"Di sekitar itu juga, penelitian di Bontocane [Kab. Bone], daerah Leang-Leang, kita juga dapatkan potongan-potongan rangka manusia. Tapi, yaitu tadi, karena kita keterbatasan anggaran, belum dianalisis di laboratorium," kata Prof Akin.
Sejauh ini temuan rangka-rangka tersebut dikatakan "dalam keadaan aman, karena kita sudah tahu bagaimana caranya mengamankan data."
Prof Akin Duli mengatakan biaya yang dikeluarkan untuk satu kerangka manusia, mulai dari tahap survei, ekskavasi hingga penentuan usia dan DNA-nya bisa menghabiskan Rp1 miliar.
Selama ini, hasil temuan-temuan prasejarah khususnya di Sulawesi sangat bergantung dari kerja sama pihak luar seperti Griffith University.
"Dan mungkin teman-teman dari Jerman mulai tertarik, ya kita akan fokus pada analisis-analisis pada rangka manusia," kata Prof Akin.
Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sulawesi Selatan, Laode Muhammad Aksa mengatakan bekerja sama dengan pihak luar "lebih memudahkan karena mereka yang menentukan umur itu, mereka punya biaya dan akses."
"Mungkin biaya ada, tapi nanti aksesnya bagaimana?" kata Ako—sapaan Laode Muhammad Aksa bertanya-tanya.
Lagi pula, tambah Ako, pihaknya lebih memprioritaskan pada upaya pelestarian dalam penganggaran. Seperti Leang Panninge yang saat ini sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, dan zonasi, sehingga tak bisa sembarangan pembangunan di lakukan di kawasan tersebut.
"Lokasi itu sudah terlindungi dengan menempatkan juru pelihara," tambah Ako.
Namun, tambahnya, untuk penelitian lebih lanjut dan mendalam, itu sangat tergantung kebijakan pusat. "Kami kan tergantung perintah. Perintah artinya, kalau sistem penganggarannya untuk penentuan umur [penelitian], [tapi] karena kita kan orientasinya lebih ke pelestarian."
Dirjen Kebudayaan Kemendikbud-Ristek, Hilmar Farid menyatakan sejauh ini pihaknya fokus terhadap pelestarian. Untuk penelitian dan eksplorasi kata dia, masih bekerja sama dengan luar negeri.
"Karena pengadaan fasilitas itu [laboratorium] memang biayanya tidak kecil, dan kita juga punya problem SDM... SDM ahli untuk periode ini misalnya juga tidak terlalu banyak di Indonesia ini," kata Hilmar Farid kepada BBC News Indonesia.