Wali Kota Malang Sangkal Tudingan Penyelewengan Dana COVID-19
- VIVA/Lucky Aditya
VIVA – Wali Kota Malang Sutiaji angkat bicara soal tudingan penyelewengan dana pemakaman di UPT Pemakaman DLH, sebagaimana kali pertama dilontarkan lembaga Malang Corruption Watch (MCW) berdasarkan hasil penelitian di dua kompleks permakaman di kota itu.
Sutiaji menyangkal adanya penyelewengan maupun penggelapan dana pemakaman pasien COVID-19. Menurutnya, yang terjadi hanyalah keterlambatan pembayaran, nilainya mencapai hampir Rp2 miliar. Belum cair karena laporan pertanggungjawaban dari UPT belum diajukan.
"Jadi, tidak ada yang namanya penggelapan. Sampai saat ini belum dibayar karena belum dicairkan dananya. Di meja saya tadi [ada laporan] masih bulan Mei, Juni, Juli, Agustus yang belum dicairkan kurang lebih Rp2 Miliar sekian. Belum dicairkan karena prosesnya begitu," kata Sutiaji, Jumat, 3 September 2021.
Dana pemakaman belum terbayarkan karena dananya belum cair dari APBD. Dana akan turun jika laporan pertanggungjawaban dari UPT Pemakaman DLH dan BPBD selaku otoritas permakaman belum diserahkan kepada Pemkot Malang.
"Bukan tidak cair, karena uang negara ini berbasis LPJ, yang kemarin aja belum ada laporan yang menerima itu belum laporan. Kadang sudah menerima (insentif) tapi tidak laporan nanti jadi masalah. Di WBK (wilayah bebas korupsi) yang kena kita dan nanti OPD pengampun yakni BPBD. Sekarang laporannya baru masuk baru bisa diajukan tahap kedua Mei, Juni, Juli, Agustus," ujar Sutiaji.
Alur pengajuan dari UPT Pemakaman diserahkan ke BPBD dan diteruskan ke Pemkot Malang. Sutiaji menegaskan tidak ada penggelapan dana penanganan COVID-19. Bahkan dia menjamin, dinas yang terbukti menggelapkan dana penanganan pandemi COVID-19 akan disanksi tegas.
Pengajuan LPJ, katanya, sebenarnya sudah dipermudah karena syaratnya hanya berbasis KTP yang dimakamkan. Dana insentif pemakaman sendiri telah dianggarkan, namun karena LPJ belum diajukan sehingga belum dia tanda tangani.
Tim riset MCW Miri Pariyas mengatakan, hasil penelitian mereka bahwa para penggali kubur berhak mendapatkan insentif sebesar Rp750 ribu per pemulasaraan. Dugaan pungli terjadi pada bagian administrasi, seharusnya mendapat Rp750 ribu sekali penggalian, tapi dipotong Rp100 ribu.
"Di LA Sucipto sudah ada 30 kali dan seharusnya mendapat insetif Rp22.500.000, namun hanya diberikan Rp3 juta. Artinya Rp19,5 juta belum diterima oleh penggali kubur. Sementara di Plaosan Barat, penggali kubur belum menerima uang insentif sebesar Rp6,5 juta. Penggali kubur telah menggali 11 kali, namun mereka hanya Rp2,15 juta yang seharusnya Rp8,25 juta," kata Miri.
MCW menilai pungli terjadi karena minimnya sosialisasi oleh Pemkot Malang sehingga para penggali kubur tidak mengetahui kewajiban dan hak mereka, begitu pun masyarakat. Maka, selain dituntut melaksanakan kewajiban sebagai penggali kubur, mereka juga harus menerima hak semestinya.
"Wali Kota (Sutiaji) dan Kepala UPT Pemakamam (Taqruni Akbar) menyebutkan tidak ada pungli insentif pemakamna, padahal di lapangan, temuan MCW, berdasarkan realita data dan fakta di lapangan, ada. Hal ini menunjukkan dan MCW menilai mereka sibuk membantah temuan kami tanpa memberikan jawaban untuk memperbaiki temuan itu," ujar Miri.