Geger Dugaan Perundungan dan Kekerasan Seksual Pegawai KPI

KPI / Komisi Penyiaran Indonesia.
Sumber :
  • vivanews/Andry Daud

VIVA – Seorang pria pegawai Komisi Penyiaran Indonesia atau KPI berinisial MS menulis surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo yang disebarkan melalui aplikasi pesan singkat Whatsapp. MS mengadukan tindakan penganiayaan dan pelecehan seksual yang diterimanya dari sesama rekan kerjanya di KPI.

Komnas HAM Sebut Sejumlah Kasus Kandidat Pilkada Berujar Seksis dan Rendahkan Perempuan

MS menceritakan bahwa dirinya mulai kerja di KPI sejak tahun 2011 dan mulai sejak saat itu dirinya kerap menerima perundungan. Menurut MS, sepanjang 2012-2014, selama 2 tahun dirinya dirunduny dan dipaksa untuk membelikan makan bagi rekan kerja senior.

"Mereka bersama sama mengintimidasi yang membuat saya tak berdaya. Padahal kedudukan kami setara dan bukan tugas saya untuk melayani rekan kerja. Tapi mereka secara bersama sama merendahkan dan menindas saya layaknya budak pesuruh," kata MS dalam keterangan tertulisnya, Rabu 1 September 2021

Siapa Sangka, Aruma Pernah Jadi Korban Bully

Kemudian tindakan perundungan tersebut semakin parah, bahkan menjurus ke arah kekerasan seksual. Pada tahun 2015, pelaku beramai ramai memegangi kepala, tangan, kaki, menelanjangi, memiting dan melecehkan MS dengan mencorat-coret alat vital MS menggunakan spidol.

"Kejadian itu membuat saya trauma dan kehilangan kestabilan emosi. Kok bisa pelecehan jahat macam begini terjadi di KPI Pusat? Sindikat macam apa pelakunya? Bahkan mereka mendokumentasikan kelamin saya dan membuat saya tak berdaya melawan mereka setelah tragedi itu. Semoga foto telanjang saya tidak disebar dan diperjualbelikan di situs online," ujar MS

KPI Akui Tak Punya Kewenangan Tindak Konten Judi Online di Media Sosial

MS juga mengaku mengalami tindakan tidak menyenangkan saat acara Bimtek di Puncak Bogor. Pada saat tengah tertidur sekitar pukul 01.30 dini hari, dirinya diceburkan ke kolam renang oleh para pelaku.

"Pelecehan seksual dan perundungan tersebut mengubah pola mental, menjadikan saya stres dan merasa hina, saya trauma berat, tapi mau tak mau harus bertahan demi mencari nafkah. Harus begini bangetkah dunia kerja di KPI? Di Jakarta?" ujar MS.

Peristiwa yang dialami MS, sangat mengganggu psikologisnya, bahkan pada tahun 2016 dirinya sampai jatuh sakit akibat tak kuat menanggung semua perlakuan yang dialami. "Pada 8 Juli 2017, saya ke Rumah Sakit Pelni untuk endoskopi. Hasilnya saya mengalami hipersekresi cairan lambung akibat trauma dan stres," ujarnya

Segala upaya telah dilakukan oleh MS, mulai dari mengadukan peristiwa ini ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM. Namun oleh Komnas HAM peristiwa itu dianggap tindak pidana dan disarankan untuk melapor ke aparat kepolisian.

"Pada 2019 saya akhirnya pergi ke Polsek Gambir untuk membuat laporan polisi. Tapi petugas malah bilang, "Lebih baik adukan dulu saja ke atasan. Biarkan internal kantor yang menyelesaikan."

“Pak Kapolri, bukankah korban tindak pidana berhak lapor dan Kepolisian wajib memprosesnya?" ujar MS.

Pada Oktober 2020, MS juga sempat menempuh cara meminta pendampingan hukum oleh Pengacara kondang Hotman Paris dan Mentalist Deddy Corbuzier dan meminta tolong via DM Instagram. "Tapi sayang, mereka berdua tidak merespons. Mungkin mereka sibuk dan tak punya waktu membantu saya yang hanya karyawan rendahan di KPI Pusat," ujarnya.

Maka dari itu, MS saat ini memberanikan diri menyuarakan apa yang dialaminya dengan berharap Presiden Jokowi dan rakyat Indonesia mau membaca apa yang dialami. MS mengaku sudah tidak kuat lagi bekerja di KPI Pusat dengan kondisi begini.

"Perundungan dan pelecehan seksual yang saya alami sungguh membuat tidak kuat bekerja di KPI Pusat. Tapi saya tidak ingin menambah jumlah pengangguran di negara ini. Untungnya berkat diskusi dengan teman saya yang pengacara, aktivis LSM, saya sedikit menjadi berani untuk bicara. Oleh karenanya, saya bertekad membuka kisah saya ke publik," ujar MS

Ilustrasi perundungan

Sempat Dirawat, Bocah Kelas 3 SD di Subang Meninggal Usai Jadi Korban Perundangan Kakak Kelas

Seorang bocah berusia 9 tahun, ARO, yang masih duduk di bangku kelas 3 SD di Subang, Jawa Barat, sempat dirawat selama 6 hari.

img_title
VIVA.co.id
26 November 2024