Kerajaan Mataram Kuno: Letak, Kehidupan, Peninggalan dan Rajanya
- ANTARA/Aloysius Jarot Nugroho
VIVA – Kerajaan Mataram Kuno merupakan kerajaan Hindu-Buddha yang ada di Indonesia. Kerajaan ini berdiri pada awal abad ke-8 Masehi. Kerajaan ini juga sering dinamakan sebagai Kerajaan Mataram Hindu untuk membedakan dengan Kerajaan Mataram Islam yang berdiri di abad ke-16 Masehi.
Bhumi Mataram merupakan sebutan lain dari Yogyakarta, di daerah inilah diperkirakan Kerajaan Mataram Kuno ini berdiri. Sumber sejarah dari kerajaan ini berasal dari prasasti, candi, kitab Carita Parahyangan, dan berita Cina. Kerajaan yang didirikan oleh Sanjaya ini memiliki gelar Rakai Mataram dan beberapa kali sempat berpindah pusat pemerintahan. Nah, berikut ini ulasan lengkap mengenai kerajaan Mataram Kuno.
Kerajaan Mataram Kuno
Letak Kerajaan Mataram Kuno
Dilihat dari lokasi atau ibu kota pemeritahan, kerajaan ini memiliki dua periode. Periode pertama Kerajaan Medang di Jawa Tengah di bawah kekuasaan Wangsa Sanjaya dan Saliendra sekitar tahun 732-929 M, serta periode kedua pada saat pindah ke Jawa Timur yang dikuasai oleh Wangsa Isyana sekitar tahun 929-1016 M.
Sejarah mengatakan bahwa kepindahan Kerajaan Mataram Kuno ke Jawa Timur karena beberapa hal mulai dari politik, bencana alam, ekonomi, dan potensi ancaman dari kerajaan lain seperti Sriwijaya. Lokasi Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah diperkirakan terletak di Bhumi Mataram atau Yogyakarta di bawah pemerintahan Rakai Mataram Sang Jaya.
Ibu kota kerajaan ini sempat berpindah-pindah mulai dari Mamrati ketika masa Rakai Pikatan, di masa Dyah Balitung (Rakai Watukara) berpindah ke Poh Pitu, dan kembali ke Bhumi Mataram pada masa Dyah Wawa (Rakai Sumba). Mamrati dan Poh Pitu diperkirakan terletak antara Yogyakarta sampai Jawa Tengah bagian selatan, Magelang atau Kedu.
Ketika dipindahkan ke Jawa Timur oleh Sri Maharaja Rakai Hino Sri Wikramadharmottounggadewa sekitar tahun 929-947, kerajaan ini menempati pusat pemerintah di daerah yang dinamakan sebagai Tamwlang. Pada saat pindah ke Jawa Timur, kerajaan ini sempat pindah pemerintahan pusat di era Dinasti Isyana yang dipindahkan ke Watugaluh.
Kehidupan Masa Lalu Kerajaan Mataram Kuno
Kerajaan Mataram Kuno sangat terkenal dengan toleransi beragama yang sangat kuat. Walaupun rakyatnya tidak menganut satu agama namun dua agama berbeda, mereka dapat bekerja sama dengan melakukan pembangunan Candi Borobudur, Candi Prambanan, Candi Kalasan, dan lain-lain. Toleransi ini diajarkan oleh para pemimpinnya.
Diketahui rakyat Kerajaan Mataram Kuno melakukan perdagangan antar kerajaan, baik lokal maupun internasional. Proses perdagangan tersebut dilakukan secara bergiliran dengan mengiringi hari pasaran Jawa.
Bukan hanya berdagang, rakyat juga melakukan aktivitas yang lain seperti Bertani, beternak, dan pengrajin. Kerajaan ini menjalin kerja sama yang baik dengan kerajaan lain seperti Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Bali.
Hubungan Kerajaan Mataram Kuno dan Kerajaan Sriwijaya awalnya baik-baik saja. Namun , setelah terusirnya Balaputradewa karena dikalahkan oleh Rakai Pikatan yang naik takhta, membuat kerajaan Sriwijaya menyerang Kerajaan Mataram kuno.
Peninggalan Kerajaan Mataran Kuno
Kerajaan Mataram Kuno meninggalkan beberapa prasasti diantaranya:
- Prasasti Canggal (732 M)
- Prasasti Kalasan (778 M)
- Prasasti Kelurak (782 M)
- Prasasti Mantyasih (907 M)
- Prasasti Karang Tengah (824 M)
- Prasasti Ratu Boko (856 M)
- Prasasti Nalanda (860 M)
Selain itu, Kerajaan Mataram Kuno juga meninggalkan beberapa candi berikut:
- Candi Borobudur
- Candi Prambanan
- Candi Mendut
- Candi Plaosan
- Candi Gedong Songo
Raja yang Pernah Memimpin Kerajaan Mataram Kuno
Jawa Tengah
- Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya (732-760 M)
- Rakai Panangkaran (760-780 M)
- Rakai Panunggalan alias Dharanindra (780-800 M)
- Rakai Warak alias Samaragrawira (800-820 M)
- Rakai Garung alias Samaratungga (820-840 M)
- Rakai Pikatan dan Maharatu Pramodawardhani (840-856 M)
- Rakai Kayuwani alias Dyah Lokapala (856-882 M)
- Rakai Watuhumalang (882-899 M)
- Rakai Watukura Dyah Balitung (898-915 M)
- Mpu Daksa (915-919 M)
- Rakai Layang Dyah Tulodong (919-924 M)
- Rakai Sumba Dyah Wawa (924 M)
Jawa Timur
- Rakai Hino Sri Isana alias Mpu Sindok (929-947 M)
- Sri Lokapala dan Ratu Sri Isanatunggawijaya (sejak 947 M)
- Makutawangsawardhana (hingga 985 M)
- Dharmawangsa Teguh (985-1007 M)