Suap Penyidik KPK, Wali Kota Tanjungbalai Dituntut 3 Tahun Penjara
- VIVA/Putra Nasution
VIVA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut Wali Kota Tanjungbalai nonaktif, Muhammad Syarial, dengan hukuman penjara selama 3 tahun kurungan penjara. Sidang digelar secara virtual di Pengadilan Negeri Medan, Senin sore, 30 Agustus 2021.
Nota tuntutan, yang dibacakan oleh JPU, Agus Prasetya Rahardja, menyebutkan terdakwa Syahrial dinilai secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana korupsi berupa pemberian suap kepada penyidik KPK, Stepanus Robinson PattujuÂ
"Meminta kepada majelis hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini, untuk menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Muhammad Syahrial dengan hukuman kurungan penjara selama 3 tahun," kata Agus di Pengadilan Tipikor Medan.
Agus di hadapan majelis hakim yang diketuai As'ad Rahim Lubis, menyebutkan perbuatan terdakwa melakukan tindakan korupsi berkelanjutan. Selain itu, meminta majelis hakim memberikan hukuman denda sebesar Rp150 juta kepada terdakwa dengan subsidair 6 bulan kurungan.
Adapun pertimbangan penuntut umum menyampaikan tuntutan ini, antara lain perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah yang gencar mewujudkan negara yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme.Â
"Sedang pertimbangan yang meringankan terdakwa bersikap sopan selama persidangan, Terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa mengungkap pelaku lain, terdakwa belum pernah dihukum," tutur JPU, Agus.
Terdakwa, yang merupakan mantan Ketua DPD Partai Golkar Tanjungbalai itu, dinilai JPU terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Usai mendengarkan nota tuntutan, majelis hakim memberikan waktu sepekan untuk terdakwa Syahrial dan kuasa hukumnya untuk mengajukan pembelaan (pledoi).
Mengutip dakwaan JPU KPK, bahwa terdakwa Syahrial memberi suap penyidik KPK, Stepanus Robinson Pattuju sebesar Rp1,6 miliar. Perbuatan terdakwa Syahrial berawal sekitar Oktober Tahun 2020. Saat itu Syahrial berkunjung ke rumah dinas Wakil Ketua DPR RI Muhammad Azis Syamsudin.
Pada pertemuan itu terdakwa dan Azis Syamsudin membicarakan mengenai Pemilihan Langsung Kepala Daerah (Pilkada) serentak Tahun 2020 yang akan diikuti oleh terdakwa di Kota Tanjungbalai, Provinsi Sumatera Utara.
Selanjutnya, Syahrial mengeluhkan kasus yang tengah ditangani KPK di Tanjungbalai ke Azis Syamsudin. Kemudian Aziz Syamsudin menyampaikan akan mengenalkan terdakwa dengan seseorang yang dapat membantu memantau proses keikutsertaan terdakwa di Pilkada tersebut.
"Setelah terdakwa setuju, kemudian Azis Syamsudin mengenalkan Stepanus Robinson Pattuju yang merupakan seorang penyidik KPK kepada terdakwa," ucap JPU Budi dalam persidangan sebelumnya.
Dalam perkenalan tersebut, terdakwa menyampaikan kepada Stepanus Robinson Pattuju akan mengikuti Pilkada Tanjungbalai periode kedua. Namun ada laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai pekerjaan di Tanjungbalai dan perkara jual beli jabatan di Pemerintahan Kota (Pemko) Tanjungbalai yang sedang ditangani oleh KPK.
Terdakwa meminta Stepanus Robinson Pattuju supaya membantu tidak menaikkan proses penyelidikan perkara jual beli jabatan di Pemko Tanjungbalai yang melibatkan terdakwa ke tingkat penyidikan agar proses Pilkada yang akan diikuti oleh terdakwa tidak bermasalah.
"Atas permintaan terdakwa tersebut, Stepanus Robinson Pattuju bersedia membantu dan saling bertukar nomor telepon. Kemudian, Stepanus Robinson Pattuju menelpon rekannya Maskur Husain seorang advokat," ucap Penuntut Umum KPK di hadapan majelis hakim yang diketuai As'ad Rahim Lubis.
Stepanus lalu menyampaikan persoalan yang diadukan terdakwa Syahrial kepada Maskur. Maskur menyanggupi untuk membantu pengurusan perkara tersebut asalkan terdakwa memberi dana sebesar Rp1,5 miliar. Permintaan ini disetujui Stepanus Robinson Pattuju untuk disampaikan kepada terdakwa.
Kemudian terdakwa menyanggupi permintaan ini dan mengirimkan uang secara bertahap melalui rekening Riefka Amalia. Total pengiriman melalui rekening itu mencapai Rp1.475.000.000. Selain pemberian uang secara transfer, terdakwa pada 25 Desember 2020 juga menyerahkan uang tunai kepada Stepanus sejumlah Rp210.000.000.
Lalu pada awal Maret 2021, terdakwa juga menyerahkan Rp10.000.000 di Bandara Kualanamu Medan. Sehingga jumlah seluruhnya Rp1.695.000.000. Belakangan kongkalikong tersebut diendus KPK. Syahrial, Stepanus Robinson Pattuju dan Maskur Husain ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka.Â