MUI Jelaskan Status Kehalalan Vaksin Pfizer dan Moderna
- Fajar Sodiq/VIVA.
VIVA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa terhadap vaksin covid-19 yang masuk ke Indonesia. Saat ini hanya vaksin Sinovac saja yang sudah dinyatakan halal, sementara vaksin AstraZeneca dan Sinopharm haram.
Dikutip VIVA dari situs resmi MUI (mui.or.id), Jumat 27 Agustus 2021, MUI menjelaskan meski haram, vaksin Sinopharm dan AstraZeneca masih boleh digunakan dalam kondisi mendesak. MUI juga bicara mengenai status kehalalan vaksin Pfizer dan Modernda, begini penjelasannya:
Vaksin Covid-19 yang sudah dilakukan Sertifikasi Halal ada tiga produk, yaitu:
1 Vaksin Sinovac
2 Vaksin AstraZeneca, dan
3 Vaksin Sinopharm
Untuk Vaksin Sinovac, MUI menetapkan bahwa vaksin ini halal. Sedangkan untuk Vaksin AstraZeneca dan Sinopharm, MUI menetapkan bahwa keduanya adalah haram.
Namun demikian penggunaan keduanya adalah dibolehkan, karena kondisi yang mendesak, adanya risiko fatal jika tidak dilakukan vaksinasi, ketersedian vaksin Covid-19 yang halal tidak mencukupi, serta sulitnya mendapatkan dosis Vaksin Covid-19. Sedangkan untuk Vaksin Pfizer saat ini sedang dikaji MUI dan dalam waktu dekat segera akan difatwakan.
Kami sampaikan pula, bahwa MUI dalam menetapkan fatwa produk halal berdasarkan pada tiga hal yaitu pertama, bahan baik bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong harus halal. Kedua, proses produksi halal harus dijamin tidak terkontaminasi dengan najis. Ketiga, adanya sistem dalam perusahan yang menjamin kehalalan mulai dari hulu sampai hilir.
Bahwa vaksin-vaksin yang sudah difatwakan dan akan difatwakan adalah hasil diplomasi dan kerja sama bilateral antara Pemerintah dengan negara asal produsen vaksin. Dengan skema kerja sama bilateral ini, pemerintah diberikan akses dengan perusahaan untuk proses audit sertifikasi halal.
Sedangkan vaksin moderna didapatkan Pemerintah melalui jalur multilateral. Vaksin ini didapat secara gratis dengan fasilitas Covax/Gavi. Skemanya adalah WHO mendapatkan vaksin dari perusahaan vaksin, kemudian WHO membagikan vaksin tersebut ke negara-negara yang tergabung dalam Covac tersebut.
Dengan skema multilateral ini, untuk proses sertifikasi halal agak rumit dan panjang alurnya, karena Pemerintah tidak punya akses langsung dengan perusahaan vaksin. Sehingga MUI pun tidak dapat mengakses data-data tentang bahan, proses produksi vaksin yang dapat dijadikan dasar dalam penetapan fatwa atas kehalalan produk vaksin Moderna.