Koalisi Jokowi Ngumpul, PD: Semoga Bukan Mau Otak Atik Konstitusi
- Youtube Setpres
VIVA – Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengumpulkan para ketua umum partai politik pendukung pemerintah di Istana Negara, Rabu kemarin. Peristiwa politik itu pun memantik respons dari elite parpol non pendukung pemerintah seperti Demokrat.
Wakil Sekretaris Jenderal DPP Demokrat Jansen Sitindaon ikut menyampaikan komentarnya melalui akun Twitternya, @jansen_jsp. VIVA sudah meminta izin Jansen untuk mengutip cuitannya. Dia berharap koalisi Jokowi ngumpul bukan untuk membahas perubahan konstitusi.
"3 Semoga pagi ini: 1. Semoga pertemuan 7 Ketum kemarin bukan mau otak-atik konstitusi," tulis Jansen dikutip VIVA, Kamis, 26 Agustus 2021.
Jansen berharap juga tak ada utak atik konstitusi agar generasi saat ini tak menjadi saksi sejarah demokrasi yang dikubur. Menurut dia, jika terjadi maka harapan ada di Mahkamah Konstitusi (MK).
"2. Semoga generasi ini tidak kembali jd saksi sejarah “demokrasi” dikubur hidup2; 3. Jikapun terjadi, semoga MK kembali jd penjaga konstitusi & demokrasi melalui “konstitusi palu hakim” nya," lanjut Jansen.
Kemudian, dalam cuitan selanjutnya, Jansen menyinggung konstitusi dibuat untuk mengatur dan membatasi kekuasaan. Sebab, selama berada di tangan manusia maka kekuasaan perlu diawasi.
Dia mengutip pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) ke-4, James Madison dalam buku The Federalist Papers.
"James Madison dlm “The Federalist Paper” menulis: “jika malaikat memerintah manusia maka pengawasan intern maupun ekstern tidak diperlukan," kata Jansen.
Jokowi menggelar pertemuan dengan pimpinan parpol koalisi di Istana Negara, Rabu kemarin, 25 Agustus 2021. Hadir lengkap tujuh ketum serta sekretaris jenderal parpol pendukung pemerintah yang memiliki kursi di parlemen.
Jauh sebelum pertemuan ini, isu amandemen terbatas UUD 1945 kembali mencuat. Rencana amandemen itu akan menyertakan pokok-pokok haluan negara atau PPHN. Namun, isu berkembang karena amandemen dikaitkan dengan perpanjangan masa jabatan Presiden RI menjadi 3 periode.
Mencuatnya isu amandemen karena pengakuan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo atau Bamsoet. Ia mengakui pimpinan MPR sudah bertemu dengan Presiden Jokowi membicarakan amandemen ini.
Bamsoet menekankan amandemen UUD 1945 tak akan menjadi bola liar ataupun membuka kotak pandora. Hal ini khususnya terkait perpanjangan masa jabatan presiden dan dan wakil presiden menjadi tiga periode. Tapi, Bamsoet bilang justru ada kekhawatiran dari Presiden Jokowi.
"Beliau mempertanyakan apakah amandemen UUD NRI 1945 tidak berpotensi membuka kotak pandora sehingga melebar, termasuk mendorong perubahan periodesasi presiden dan wakil presiden menjadi tiga periode?" kata Bamsoet usai bertemu Jokowi di Istana Bogor, Jumat, 13 Agustus 2021.
Menurut dia, Jokowi mendukung amandemen terbatas dilakukan hanya untuk menyertakan PPHN. Tak perlu melebar ke persoalan lain seperti masa jabatan diperpanjang jadi 3 periode. Sebab, PPHN dinilai menjadi penunjuk arah pembangunan nasional.
Dia bilang untuk isu masa jabatan presiden jadi 3 periode, Jokowi tak setuju.
"Beliau berpesan agar pembahasan tidak melebar ke hal lain, seperti perubahan masa periodesasi presiden dan wakil presiden, karena Presiden Jokowi tidak setuju dengan itu," ujar Bamsoet.