PDIP Singgung Dugaan Kecurangan Pemilu 2009, Demokrat: 2019 Kali

Ketum Partai Demokrat AHY bersama sejumlah pengurus partai
Sumber :
  • Dok. Demokrat

VIVA – Partai Demokrat merespons pernyataan Sekretaris Jenderal Hasto Kristiyanto yang menduga ada kecurangan di Pemilu 2009. Hasto menyebut hal tersebut saat bertemu dengan Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani di kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat pada Selasa, 24 Agustus 2021.

Usulan PDIP Soal Polri di Bawah TNI atau Kemendagri Dianggap Aneh

Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Demokrat, Herzaky Mahendra Putra menyindir Hasto salah berbicara. Dia bilang semestinya Hasto sebut 2019 di mana banyak dugaan kecurangan yang terjadi seperti manipula daftar pemilih tetap (DPT).

"Maksudnya Pemilu 2019 kali, bukan 2009, kalau bahas demokrasi yang diduga halalkan segala cara dengan manipulasi DPT," tutur Herzaky, Rabu, 25 Agustus 2021.

PSI Sarankan PDIP Introspeksi atas Kekalahan di Pilkada 2024, bukan Tantrum

Dia menyindir di era pemerintahan sekarang yang didukung PDIP, kondisi demokrasi menjadikan bansos sebagai politik elektoral. Pun, demokrasi menggunakan hukum aparat sebagai alat untuk memenangkan pemilu. Dugaan itu menurutnya seperti kader partai yang bekerja sama dengan beberapa elemen Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Seperti yang dilakukan Harun Masiku kader PDIP, yang masih buron sampai dengan saat ini," jelas Herzaky.

Ragukan Netralitas Polri, Deddy Sitorus Disentil soal Harun Masiku

Pun, ia menyebut dugaan Hasto yang kenal dengan Harun Masiku, penyuap salah seorang komisioner KPU. 

"Hasto juga kenal ini dengan Harun Masiku. Mungkin perlu diklarifikasi oleh Hasto, kalau perlu sumpah pakai kitab suci, ada hubungan atau pernah berurusan dengan Harun Masiku dan KPU apa tidak terkait Pileg atau Pilpres 2019 lalu," jelas Herzaky

Menurut dia, iklim demokrasi Indonesia hari ini terburuk dalam 14 tahun terakhir. Hal ini menurut penilaian lembaga internasional yang kredibel, The Economist Intelligence Unit. Pun, menurut Freedom House, demokrasi Indonesia juga dalam kondisi yang menurun tersungkur ke kategori negara partly free.

"Padahal, sebelumnya selama bertahun-tahun, hampir sepanjang kepemimpinan Bapak SBY dan Partai Demokrat, Indonesia selalu masuk dalam kategori tertinggi, yaitu negara free," tuturnya. 

"Karya besar Bapak SBY, Partai Demokrat, dan seluruh elemen bangsa selama 10 tahun di 2004-2014, dalam membangun demokrasi Indonesia, mengapa kemudian jadi rusak parah dalam tujuh terakhir ini, ya?" ujarnya.

Dia juga menyinggung persoalan bansos COVID-19, maka tersorot eks Menteri Sosial Juliari Batubara. Juliari merupakan kader PDIP. "Lagi pandemi, rakyat lagi susah banget, ini temannya Hasto malah korupsi bantuan sosial buat rakyat kecil," lanjut Herzaky

Herzaky menyarankan Hasto agar memberikan statemen yang benar jangan sampai faktanya terbolak-balik. Kata dia, Demokrat juga meminta kepada para elite politik, terutama parpol pendukung pemerintah, sebaiknya fokus bantu rakyat yang sedang susah berat karena pandemi.

"Jangan malah membuat kegaduhan yang tidak perlu. Apalagi ngomong belepotan sampai salah sebut tahun. Lebih baik waktu dan tenaganya gunakan untuk bantu Presiden Joko Widodo atasi pandemi dengan baik," ujarnya. 

Sebelumnya, Hasto menyinggung sejumlah dugaan kecurangan yang terjadi di Pemilu 2009. Menurutnya, banyak hal yang jadi evaluasi dalam pesta demokrasi tersebut.

Hasto menyebut di Pemilu 2009 diduga diterapkan dengan menghalalkan segala cara seperti memanipulasi DPT.

"Dengan manipulasi DPT, demokrasi dengan menjadikan beberapa elemen dari KPU sebagai pengurus partai, demokrasi yang menggunakan bansos sebagai politik elektoral, dan demokrasi yang juga menggunakan hukum aparat sebagai alat untuk memenangkan pemilu, itu menjadi evaluasi bersama dari kedua partai," ujarnya.

Untuk diketahui, Pemilu Legislatif 2009 dimenangkan Partai Demokrat. Pun, di Pilpres 2009, Susilo Bambang Yudhoyono selaku petahana yang berpasangan dengan Boediono kembali menempati posisi RI-1. Saat itu, SBY-Boediono mengalahkan beberapa kandidat paslon seperti duet Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya