Kibarkan Kain Putih, Peternak Ayam Jabar Geruduk Kementan

Demo peternak ayam di Kementerian Pertanian.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Adi Suparman.

VIVA - Peternak ayam UKM dari Jawa Barat yang tergabung dalam Aliansi Perunggasan Indonesia menggeruduk Kementerian Pertanian Jakarta didampingi mahasiswa. Kedatangan peternak ini untuk meminta kejelasan terkait recovery ekonomi pada sektor peternakan ayam yang hingga saat ini semakin merugi bahkan gulung tikar akibat perpanjangan PPKM Darurat.

Bangkit Usai Dihantam Pandemi, Pendapatan Bisnis KAI Kini Tembus Puluhan Triliun

Sebelumnya, para peternak ayam dan mahasiswa berencana aksi damai di Istana Kepresidenan, namun karena steril dengan situasi PPKM maka aksi dilaksanakan di Kementan.

Para peternak ini mengibarkan kain putih sebagai penanda kesulitan peternak ayam yang sudah pada titik nadir. Alasannya, aturan yang disebut melindungi peternak ayam ini kerap tidak mendapat jaminan dan komitmen pemerintah selama pandemi COVID-19. Akibatnya, produk yang dihasilkan kerap mengalami gejolak harga yang tidak layak bagi peternak.

Kisah Rizky Ridho Jualan Ayam saat Liga Dihentikan Akibat Pandemi: Uang Sisa Rp400 Ribu

"Kami datang ke Istana Negara dan Kantor Kementan RI membawa pesan kepada Presiden Republik Indonesia bahwa saat ini peternak sudah mati akibat dari keserakahan perusahaan integrator yang tetap ingin menjual ayam hidup bersama peternak di pasar becek,” kata Ketua BEM Peternakan Unpad Lendri yang mendampingi para peternak, Jumat, 20 Agustus 2021.

Baca juga: Pemerintah Diminta Perhatikan Peternak Mandiri soal Kebijakan GPS

Camilannya Diborong Wapres Gibran, Nasabah PNM Mekar Ini Bangkit Usai Dihantam Pandemi

Sementara itu, Ketua Aksi Nurul Ikhwan menuturkan perjuangan peternak selama pandemi di tahun kedua semakin sulit ketika pada Juli 2021 harga ayam hidup jatuh sampai menyentuh harga Rp8 ribu per kilo gram. Bahkan, peternak harus menjual ayam hidup kerap di bawah HPP (Harga Pokok Produksi).

"Pemerintah seolah diam saja padahal aturannya sudah ada Permentan 32/2017 dan Permendag 07/2020 tapi tidak ada komitmen sanksi ditegakan bagi integrator yang sudah jelas mereka melanggar," katanya.

Dia menuturkan para peternak hanya ingin aturan itu diterapkan, tidak ada unsur politik apapun. Mereka hanya ingin usaha UMKM peternak ayam terus berjalan.

"Karena kami pun punya hak untuk melakukan usaha," katanya.

Sementara itu, Aktivis BEM Peternakan Unpad, Firdaus, menyatakan seharusnya pemerintah membuktikan komitmennya selama pandemi dengan memisahkan segmentasi pasar agar perusahaan yang disebut integrator yang telah menguasai 80 persen.

"Market pasar di Indonesia seharusnya sadar diri untuk tidak menjual ayam hidup seperti peternak UMKM," katanya.

Pada kesempatan yang sama, Korlap Aksi dan Ketua Milenial Jawa Barat Henry menambahkan, aksi ini juga menekankan para pemain pasar untuk tidak membuat kalangan peternak semakin merugi di tengah pandemi.

"Pemerintah harus tegas, apabila tidak mengikuti aturan tinggal langsung saja /stop kuota impor GPS (Grand Parent Stock) mereka dan damping peternak untuk naik kelas agar usaha ayam di Indonesia betul-betul dikuasai oleh rakyat bukan asing," katanya.

Adapun tuntutan massa aksi yaitu menuntut Presiden Jokowi untuk menerbitkan Perpres perlindungan peternak ayam mandiri dalam negeri. Kemudian, menerapkan harga bibit anak ayam umur sehari (DOC) di angka 20 persen dari harga jual livebird dan mengacu pada Permendagri No. 7/2020 dibawah Rp6 ribu per ekor saat ini harga DOC sudah menyentuh angka Rp7.500 per ekor.

Kemudian, menjaga komitmen Kementan pada alokasi DOC final stock 50:50 secara jelas dengan peternak sesuai Permentan 32 tahun 2017. Selain itu, menjaga komitmen dalam menstabilkan harga jual livebird sesuai Permendagri No. 7/2020 yaitu berkisar Rp19.000-Rp21.000 per kilogram di tingkat peternak (on farm).

Tak hanya itu, mereka juga menuntut pemerintah untuk memberikan sanksi kepada perusahaan integrasi/importir GPS yang tetap menjual live bird dan tidak menyerap ke RPHU masing-masing perusahaan integrasi. Sanksi dapat berupa pengurangan kuota GPS bahkan pencabutan izin impor GPS.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya