Kasus KDRT di Kalimantan Selatan Meningkat Drastis Selama Pandemi

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Kalimantan Selatan Kombes Pol Mochamad Rifa'i
Sumber :
  • ANTARA

VIVA – Polda Kalimantan Selatan mencatat kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak meningkat selama pandemi COVID-19, terutama kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Massa Pendukung Paslon Rampas Kotak Suara di Pilkada Mamberamo Tengah, Honai Dibakar

"Jumlah kasus yang ditangani dalam setengah tahun 2021 sudah mencapai lebih dari enam puluh persen kasus sepanjang 2020," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Kalimantan Selatan Kombes Pol Mochamad Rifa'i di Banjarmasin, Kamis, 20 Agustus 2021.

Hingga pertengahan tahun 2021, Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Subdit 4 Renakta Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Kalimantan Selatan menangani 147 kasus terdiri dari 68 kasus kekerasan terhadap perempuan dan 79 kasus anak.

MoU dengan Polri, Mendikdasmen Sebut Kekerasan Diselesaikan Secara Damai dan Guru Tak Jadi Terpidana

Sedangkan selama 2020, total ada 214 kasus terdiri dari kekerasan terhadap perempuan 94 kasus dan terhadap anak 120 kasus.

Dari tindak pidana yang terjadi, mayoritas KDRT sebanyak 32 kasus. Diakui Rifa'i, KDRT dipicu persoalan ekonomi dampak pandemi antara suami terhadap istri. "Kasus suami-istri ini kebanyakan berakhir dengan perceraian karena tidak ada jalan damai," katanya.

Kasus Penganiayaan Terhadap Murid, Guru Honorer Supriyani Divonis Bebas

Ada juga KDRT dengan pelaku orangtua terhadap anaknya. Polisi berupaya memediasi agar hubungan keluarga kembali harmonis.

"Namun orangtua sebagai pelaku juga membuat surat pernyataan agar tidak mengulangi perbuatannya. Jika sampai terulang, tindakan lebih tegas berupa pidana siap diberikan," ujarnya.

Selain KDRT, ada sejumlah kasus lain yang juga ditangani polisi, di antaranya penganiayaan 23 kasus, pencabulan dan perkosaan masing-masing 5 kasus, persetubuhan satu kasus dan lain-lain 2 kasus.

Sedangkan kasus kekerasan terhadap anak didominasi pencabulan dan perkosaan masing-masing 19 kasus, diikuti persetubuhan 18 kasus, penganiayaan 14 kasus, pelarian anak 6 kasus, pengeroyokan 2 kasus, dan perbuatan tidak menyenangkan 1 kasus.

"Di samping penegakan hukum, kekerasan terhadap perempuan dan anak tentunya juga harus dikedepankan upaya edukasi agar peristiwa jangan sampai terjadi. Harus disadari semua ada konsekuensi hukum meski itu di lingkup keluarga," ujarnya. (ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya