Ngabalin Murka ke Said Didu: Pernyataan Anda Sangat Menyesatkan!
- tvOne
VIVA – Mural bergambar mirip Presiden Joko Widodo bertulis '404:Not Found' di Kota Tangerang jadi sorotan karena aparat sempat menyatakan lambang negara yang dihina. Mural tersebut dihapus aparat meski ternyata menurut Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Presiden bukan lambang negara.
Hal tersebut dibahas dalam Catatan Demokrasi tvOne dengan tema 'Mural Jokowi 'Not Found': Kenapa Dihapus?'. Sejumlah narasumber hadir sebagai pembicara seperti Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin, eks Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu, dan dua pegiat media sosial Ade Armando serta Roy Suryo.
Di salah satu sesi acara tersebut, Ali Ngabalin sampaikan pandangannya dengan menyindir Said Didu yang dinilainya menyudutkan kepolisian karena menghapus mural tersebut. Menurut dia, polisi menghapus mural yang viral itu karena kepentingan ketertiban dan keamanan. Dia meminta Said agar tidak asal bicara yang tak pantas didengar publik.
"Meskipun itu dugaan, tapi please ruang publik itu tidak bagus kalau Anda menyebutkan polisi itu jangan sampai menjilat dengan ludah yang panjang. Itu tidak baik menurut saya," ujar Ngabalin dikutip VIVA pada Kamis, 19 Agustus 2021.
Dengan santai, Said pun menjawab pernyataan Ngabalin. Ia menyinggung ucapan politikus bersorban itu soal istilah warga kelas kambing.
"Oke, Pak Ngabalin. Tapi, saya kan bukan kelas kambing kan?" tanya Said serata tertawa.
Pun, Ngabalin dengan semangat menjelaskan maksud warga kelas kambing tersebut. Istilah ini digunakan Ngabalin sebenarnya untuk menyindir pembuat mural mirip Jokowi bertulis '404: Not Found'.
"Saya sudah bilang bahwa ini bangsa manusia warga kelas kambing. Tahu nggak kelas kambing? Zaman dahulu, bioskop itu cuma satu biji di Jakarta. Dia duduk di kelas paling depan, kelas kambing namanya. Melihat satu permasalahannya dari sudut kiri dan kanan," jelas Ngabalin.
Said kemudian menimpali omongan Ngabalin. Ia menilai figur Ngabalin yang bagian dari Istana dengan berpenampilan dengan sorban. Namun, ia menyindir Ngabalin sebagai sosok yang kerap mengeluarkan istilah pernyataan kontroversial dan jadi sorotan.
"Ini junior saya, kata-kata itu terlalu keluar. Apalagi Pak Ngabalin kan di Istana. Siapa tahu Istana dianggap seperti itu. Jadi, kata-kata kelas kambing, terus otak sungsang," tutur Said.
"Nggak papa, nggak papa. Semua risiko saya sudah siap semua. Saya sudah siap dengan segala risiko terhadap diri saya," jawab Ngabalin dengan nada meninggi.
Dia mengingatkan Said bahwa pemerintah itu ditugaskan UUD untuk mengelola negara. Kata dia, polisi sebagai institusi negara memiliki tugas yang tanpa perlu menunggu perintah. Begitupun saat menghapus mural mirip Jokowi karena dinilainya mengganggu ketertiban.
"Itu yang mau saya bilang, saya mau menimpa karena pernyataan Anda itu menyesatkan, dan sungguh sangat menyesatkan!" kata Ngabalin.
Lalu, Said merespons Ngabalin dengan mengaku menyesal. Sebab, sebagai bagian Istana, Ngabalin aktif menimpa pernyataan rakyat seperti dirinya.
"Saya sangat menyesal, bahwa seakan-akan yang bisa menimpa seluruh rakyat adalah orang di Istana seperti Pak Ngabalin," ujar Said.
Ngabalin kembali memotong penjelasan Said yang belum selesai bicara.
"Bukan, pernyataan Pak Said Didu itu yang harus ditutupi. Harus ditimpa karena pernyataan itu kalau tidak segera dibantah, Anda punya pernyataan menyesatkan rakyat Indonesia," kata Ngabalin dengan nada meninggi sambil menunjuk-nunjuk ke arah Said.
Kata dia, sebagai mantan birokrat yang sudah 30 tahun di pemerintahan, seharusnya Said tak mengeluarkan pernyataan menyesatkan. "Itu menurut saya yang tidak benar," tutur Ngabalin.
"Sudah beribu-ribu kali saya sudah mendengar kata-kata Pak Ngabalin menyesatkan," kata Said.
"Sejuta kali, bukan beribu kali," ujar Ngabalin menimpali.
"Ya, sejuta kali selalu mengatakan orang lain menyesatkan. Hanya dia yang benar," ujar Said.
Belum selesai Said bicara, Ngabalin memotong kembali dan meminta agar pernyataannya segera dibantah.
"Saya bantah pernyataan Anda," tutur Said.
"Supaya berguru kepada tuan gurunya. Semua orang dibilang dungu, dibilang dungu," kata Ngabalin sambil menunjuk-nunjuk Said lagi.
Presenter Catatan Demokrasi, Andromeda Mercury memotong perdebatan dan meminta Ngabalin menahan ucapannya.
"Biarkan saja dia yang bicara," ujar Said.
Andromeda meminta Said melanjutkan bicara karena memang gilirannya. Pun, ia meminta agar Ngabalin beri kesempatan Said menyampaikan penjelasan.
"Ini momentumnya, silakan Pak Said Didu bicara," kata Ngabalin.
"Pernyataan apa, pernyataan apa yang saya sampaikan?" tanya Said.
Ngabalin pun membalas dengan menyinggung lagi istilah warga negara kelas kambing. Ia menegaskan tidak pernah menutup-nutupi istilah pernyataan tersebut. Ia meminta agar Said juga tak menutup-nutupi ucapan yang sudah disampaikan olehnya sendiri.
"Dan, saya siap berhadapan dengan siapa saja. Karena negara ini harus aman pak. Sorry, sorry saya sudah siap ambil risiko itu," lanjut Ngabalin.
"Ketertiban adalah tanggungjawab polisi. Bagaimana mungkin semua tindakan polisi Anda anggap untuk menuduh bilang kepada penguasa. Jangan begitu dong," tutur Ngabalin.
"Saya menyatakan siapa tahu ada yang berpendapat seperti itu," ujar Said.
Lagi-lagi Ngabalin memotong penjelasan Said. Ia menyebut lawan debatnya itu sedang bersilat lidah.
"Nggak boleh Anda bersilat lidah begitu. Tidak baik seperti itu," tutur Ngabalin.
Said seraya tertawa menanggapi Ngabalin. "Masih mau memaki?" kata Said bertanya ke Ngabalin.
Ia kemudian menjawab dengan memberikan penjelasan soal pernyataannya yang dipersoalkan Ngabalin. Said menyinggung aparat yang menghapus mural. Padahal, Jokowi disebut tak mempersoalkan mural tersebut.
"Jadi, saya katakan hentikan cara-cara seperti itu. Jangan sampai ada aparat yang bertindak dan dibiarkan. Dan, seakan-akan dengan melakukan tindakan yang berbeda dengan Pak Presiden mengharapkan sesuatu. Itu yang harus dihentikan," tutur Said.
Ngabalin kembali merespons dengan menyinggung Pasal 310 ayat 2 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Kata dia, dalam pasal itu, meletakkan gambar seperti mural itu juga ada aturannya. "Kebebasan itu diatur UUD 1945, tetapi UU Nomor 9 Tahun 2009, menjelaskan seluruh kebebasan itu diatur Undang-Undang," ujar Ngabalin.
Roy Suryo sempat memotong Ngabalin agar bicara sesuai data karena juga untuk memberikan informasi kepada masyarakat.
Lalu, Ngabalin menanggapi Roy Suryo dengan menyampaikan kembali bahwa cara polisi yang menghapus mural itu sesuai dengan perintah UU.
"Untuk menjaga ketertiban dan keamanan lingkungan di situ. Polsek lho. Masak urusan polsek atas perintah Istana pak Said?" kata Ngabalin.
Mendengar pernyataan Ngabalin, Said merasa bingung. Lantas, ia bertanya kepada eks politikus Partai Bulan Bintang itu.
"Siapa yang katakan itu, siapa yang kata-kata Istana?" tanya Said.
"Seluruh republik semua hampir melihat itu. Hampir semua media," jawab Ngabalin.
"Saya tidak pernah bilang," kata Said.
"Nggak, saya mau bilang di ruangan ini, kita juga harus menjelaskan," tutur Ngabalin.
"Ya sudah lah. Mari kita benarkan yang maha benar," ujar Said menyindir Ngabalin.
"Masak sih, orang menghapus mural atas perintah Istana," kata Ngabalin.
"Jangan lah merasa paling benar. Nggak, tidak ada yang menyatakan seperti itu," tutur Said.
"Tugas saya melakukan deseminasi terhadap semua informasi miring terhadap penyelenggara negara," kata Ngabalin.