Penantian Megawati: Lahir Tokoh dari Sumbar Seperti Bung Hatta
- Rilis Pers PDIP
VIVA – Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, menyampaikan peran penting Sumatera Barat dalam kemajuan Indonesia hingga saat ini. Menurut dia, banyak tokoh nasional datang dari Ranah Minang.
Megawati mengatakan hal itu kepada Ahmad Syafii Maarif atau dikenal dengan sapaan akrab Buya Syafii karena keduanya Dewan Pengarah di Badan Pembinaan Ideologi Pancasila. Buya Syafii pun hadir dalam acara memberikan testimoni.Â
"Di BPIP saya sebagai Ketua Dewan Pengarah, itu ada Buya Syafii, saya suka bertanya sama beliau, mengapa Sumatera Barat yang dulu pernah saya kenal sepertinya sekarang sudah mulai berbeda?," kata Megawati saat hadir dalam Webinar 'Pekan Bung Hatta' yang diselenggarakan Badan Kebudayaan Nasional Pusat PDIP bersamaan dengan peringatan hari lahir Bung Hatta ke-119, secara virtual, Kamis, 12 Agustus 2021.
Dalam acara itu, Megawati memang terkenang sosok Bung Hatta, yang juga proklamator RI bersama ayahnya Soekarno. Hatta dikenal Megawati seorang intelektual, tutur katanya terstruktur, dan disiplin.
Di samping itu, kembali menyambung pernyataan Megawati kepada Sumatera Barat. Menurutnya, dulu banyak tokoh, baik itu setelah kemerdekaan berasal dari Sumatera Barat. Dan ia menaruh harapan kelak, makin banyak orang minang lahir menjadi tokoh nasional, bisa sekaliber Bung Hatta dan yang lainnya.Â
Dalam catatan VIVA, merujuk pengenalan banyak orang mengenai 4 serangkai Bapak Pendiri Bangsa. Selain Soekarno, 3 lainnya adalah Mohammad Hatta (Bung Hatta), Sutan Sjahrir dan Tan Malaka berasal dari Sumatera Barat. Â Â
"Kenapa menurut saya (sekarang) tidak se-populer dulu atau memang tidak ada produknya?" kata Mega.
Presiden RI kelima itu, pun mengenang perjalanan saat ke Bukittinggi. Di kota tersebut, Megawati melihat, suasana gotong rotong antarmasyarakat dan kental dengan tradisi keislaman. Di sisi lain, masyarakat setempat menempatkan tokoh adat ninik mamak, alim ulama dan cadiak pandai sebagai unsur kepemimpinan di Sumatera Barat.
Tiga unsur kepemimpinan ini disebut Tungku Tigo Sajarangan. Selain itu, Mega juga merasa heran saat dia dan puterinya, Puan Maharani pernah menjadi sasaran perundungan.
"Jadi ke mana para cendekiawan yang dibilang cadiak pandai? Ini benar kan dulu setingkat loh, mungkin yang istilahnya Tungku Tigo Sajarangan alim ulama, cerdik pandai, yang satu lagi penghulu apa, ya? Kan, mendapatkan tempat yang sama di rumah Gadang itu," ujar Mega.
Di kesempatan yang sama Hasril Chaniago, intelektual asal Sumatera Barat, mengatakan bahwa Indonesia sudah pasti patut bangga dengan dua proklamator Republik Indonesia, Soekarno-Hatta.
Apalagi  dalam diskusi atau webinar yang digelar DPP PDI Perjuangan ini, hadir dua putri proklamator sekaligus, yakni Megawati sendiri dan Meutia Hatta.
Hasril mengapresiasi PDIP lewat Badan Kebudayaan Nasional Partai, yang menggelar diksusi bersamaan dengan peringatan hari lahir Mohammad Hatta atau Bung Hatta ke-119.
"Izinkan saya menyampaikan salam hormat kepada dua putri dari dua proklamator. Yang pertama Ibu Megawati Soekarnoputri dan yang kedua Ibu Meutia Farida Hatta. Bagi saya dan saya kira bagi bangsa Indonesia ini suatu forum yang luar biasa," ungkapnya.
"Sepanjang ingatan saya yang mungkin singkat ini lah pertama kali dua putri dari dua proklamator hadir dalam suatu forum yang sangat luar biasa," kata Hasril.
Pada suatu waktu, Hasril mengungkapkan, dalam sebuah seminar adat dan sejarah Minangkabau medio 1970, hadir sebagai pembicara kunci adalah Bung Hatta. Menurutnya, Bung Hatta berbicara mengenai siapa yang disebut orang Minang. Hatta bilang, orang Minang adalah seseorang yang mempunyai darah keturunan Minang dan menghadap kiblat.
Lantas diskusi itu berkembang hingga waktu berjalan. Ada pernyataan kemudian, orang Minang bisa disebut orang Minang karena pertalian darah. Dan kedua, karena bertali adat.
Bertali adat ini, kata Hasril, kemudian dikenal konsep Dunsanak atau diartikan kerabat. Bisa dikatakan oleh Hasril, kedekatan Bung Karno dan Bung Hatta terbentuk salah satunya karena pertalian adat yang cukup erat, selain kesamaan pandangan mengenai hal-hal tentang kebangsaan. Â
"Karena bertali adat itu lah seorang Sumando (menantu laki - laki), Bung Karno adalah Sumando Minang. Menjadi istri dari suami Ibu Fatmawati yang orang Minang. Karena itu dalam konsep berpikir orang Minang, Bung Karno itu juga orang Minang karena dia sudah bertali adat dengan orang Minang," ujar Hasril.
"Apalagi Ibu Mega, bertali darah dan bertali adat. Karena suami beliau seorang Datuk. Saya panggil uda yang saya hormati Uda Taufiq Kiemas Datuk Basa Batuah. Beliau seorang Datuk, dan asli Minangnya. Dan bersamaan Ibu Mega yang sudah berdarah Minang sudah diberikan gelar adat Puti Reno Nilam. Jadi tidak ada lagi keraguan itu," sambungnya.