Pakar: Penyitaan Aset Harus Berasal dari Kejahatan Korupsi
- VIVAnews/Syaefullah
VIVA – Pakar Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Yenti Garnasih meminta penyidik Kejaksaan Agung jika menggunakan instrumen Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan dana investasi PT Jiwasraya dan PT Asabri, maka aset yang disita harus harta kekayaan yang berasal dari kejahatan korupsi.
“Jadi harus betul-betul dicari buktinya bahwa aset yang disita berasal dari kejahatan korupsi. Pastinya, aset itu didapatkan terdakwa setelah terjadinya korupsi. Ini harus betul-betul clear, JPU harus bisa menyampaikan hasil penelusuran berikut bukti-buktinya di dalam peradilan,” kata Yenti melalui keterangannya pada Selasa, 10 Agustus 2021.
Menurut dia, perlu ada pembuktian oleh JPU mengapa ada aset pihak ketiga yang ikut disita dan dilelang dalam kasus korupsi Jiwasraya maupun Asabri. Sebab, ada hak seseorang secara perdata dalam sebuah kepemilikan aset. "Mereka inilah yang harus dilindungi hak-haknya,” ujarnya.
Dalam tindak pidana korupsi, kata Yenti, sebenarnya ada perlindungan hukum bagi pihak-pihak yang dirugikan atas tindakan perampasan aset tersebut yakni Pasal 19 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun, hal ini belum terimplementasi dengan baik di pengadilan.
"Secara logika, Pasal 19 UU Tipikor ini menampung berbagai keberatan pihak ketiga. Harapannya untuk mengetahui bisa enggak aset tidak terkait perkara itu tak dilakukan eksekusi dalam putusan hakim. Jangan sampai penyitaan dilakukan malah abuse of power,” jelas dia.
Terkait kasus Jiwasraya-Asabri, Yenti menilai jika benar modus yang digunakan adalah kejahatan pasar modal sebagaimana pernyataan jaksa, maka tidak sulit bagi jaksa melakukan penelusuran aset-aset nasabah di pasar modal yang tidak terkait kasus korupsi sehingga tak perlu ikut disita.
"Saya perlu ingatkan, jangan sampai penerapan hukum dalam kasus ini menimbulkan efek berkaitan perkembangan ekonomi yang sedang dibangun. Apalagi, kita tahu Presiden Jokowi lagi menggalakan program pemulihan ekonomi nasional. Polemik ini tidak match dengan program pemulihan ekonomi nasional,” katanya.
Sementara Kuasa Hukum Kuasa Hukum PT Jelajah Bahari Utama (JBU), Haris Azhar menemukan keanehan dalam proses penyitaan yang dilakukan Kejaksaan Agung. Anehnya, kata dia, aset setelah disita Kejaksaan saham-saham nilainya jadi nol.
“Dalam konteks aksi bisnis, aset itu dialihkan kemana? Apakah ditahan itu aset hingga menjadi nol. Kalau aset menjadi nol, rugi dong. Kejaksaan Agung menyita untuk apa jika kemudian setelah melakukan penegakan hukum terhadap Jiwasraya, asetnya sudah nol," kata Haris.
Baca juga: Pengakuan Mengejutkan Perawat yang Suntik Vaksin Kosong di Pluit