Komnas PA Minta Negara Hadir Urus Yatim Piatu karena COVID-19
- VIVA/Nur Faishal
VIVA – Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mengkhawatirkan nasib dan masa depan ribuan anak yatim dan piatu karena ditinggal mati orang tuanya akibat COVID-19. Mereka bahkan berpotensi menjadi korban eksploitasi dan kejahatan lainnya. Karena itu negara diminta hadir dan memerhatikan mereka secara serius.
Hal itu disampaikan Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait kepada wartawan, Minggu, 8 Agustus 2021.
“Komnas Perlindungan sebagai lembaga independen di bidang pembelaan dan perlindungan anak di Indonesia khawatir menjadi korban perdagangan anak, eksploitasi ekonomi, diperkerjakan dan atau dimanfaat menjadi anak jalanan, pekerja anak, korban perbudakan seks, menjadi kurir narkoba," katanya.
Baca juga: 34 WNA China Baru Saja Masuk Indonesia, Ini Kata Kemenkumham
Potensi jadi korban besar, lanjut Arist, apabila para yatim dan piatu itu tidak mendapatkan pengasuhan alternatif yang baik. "Bahkan bisa dikorbankan menjadi korban untuk kepentingan kelompok lain, bahkan menjadi korban penanaman paham-paham radikalisme, ujaran kebencian dan intoleransi," tandasnya.
Atas alasan itu, Arist meminta pemerintah segera merumuskan formulasi yang tepat untuk pengasuhan alternatif anak-anak yatim dan piatu tersebut. “Sebagai hak konstitusional anak yang diatur di pasal 34 dan pasal 28 UU D 1945, negara patut hadir untuk menjamin perlindungan hak anak dan pengasuhan hak anak. Negara tidak boleh abai terhadap hak anak," katanya.
Sebelumnya, Kementerian Sosial (Kemensos) mencatat sebanyak 11.045 anak yang ditinggal meninggal orang tuanya karena terpapar COVID-19. Anak-anak tersebut kini berstatus yatim, piatu, dan bahkan ada yang yatim piatu. Di sisi lain, jumlah anak yang positif dan meninggal menunjukkan lebih dari 350.000 anak positif dan 777 anak meninggal dunia.
Di Jatim sendiri, Arist menjelaskan, data yang dikeluarkan Badan Permberdayaan dan Perlindungan Anak (BPPA) Jatim menemukan lebih dari 5.000 anak di Jatim yang menjadi yatim piatu karena kedua orangtuanya meninggal akibat COVID-19. Di Kota Surabaya termasuk yang tinggi angkanya, yakni 300 anak.
"Angka ini sungguh fantastis dan sangat menakutkan. Belum lagi anak dalam situasi isoman karena serangan COVID-19," kata Arist.