Kontroversi Emir Moeis, Eks Napi Korupsi Diangkat Jadi Komisaris BUMN
- VIVAnews/Anhar Rizki Afandi
VIVA – Pengangkatan Izedrik Emir Moeis sebagai komisaris PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) menuai polemik.
Diketahui, Emir Moeis diangkat menjadi komisaris PT PIM sejak 18 Februari 2021 lalu. Perusahaan tersebut merupakan anak usaha BUMN, PT Pupuk Indonesia (Persero).
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak Kementerian BUMN mencopot Izendrik Emir Moeis dari jabatannya sebagai komisaris PT Pupuk Iskandar Muda (PT PIM).
Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengaku kecewa lantaran Emir diangkat menjadi komisaris BUMN. Sebab, Emir pernah terjerat perkara suap proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Tarahan, Lampung. Ia atas kasus tersebut pernah dipenjara.
"Saya terus terang saja kecewa ketika mantan (napi) tindak pidana korupsi menjadi komisaris di sebuah BUMN, dan ini mestinya tidak terjadi," kata Boyamin kepada awal media, Kamis, 5 Agustus 2021.
Maka dari itu, MAKI meminta Menteri BUMN Erick Thohir segera mengganti Emir dengan orang-orang yang berintegritas dan tak pernah terlibat kasus korupsi.
"Masih banyak orang yang baik, bersih dan integritasnya bisa dipercaya untuk menjadi komisaris. Karena apapun ini akan berdampak buruk ketika mantan napi korupsi jadi komisaris, nanti tidak bisa menjadi teladan," kata Boyamin.
Menurutnya, meski mantan narapidana korupsi dapat berubah, namun mengangkat seorang koruptor sebagai komisaris BUMN tidak memenuhi unsur tata kelola perusahaan yang baik. Dengan begitu, harapan BUMN bersih korupsi akan sulit.
"Harapan untuk menjadikan BUMN bersih dari korupsi akan susah ketika komisarisnya orangnya mantan napi korupsi," ujarnya.
Terlebih, lanjut Boyamin, fungsi BUMN tidak hanya sebagai pelayanan publik, tapi juga sebagai korporasi yang menjalankan bisnis yang dimodalkan negara. Sehingga membutuhkan orang-orang berintegritas serta bersih.
"BUMN ini kan ada penanaman modal dari negara, jadi harus dijaga betul, dan dicarilah orang-orang yang baik. Nah saya minta menteri BUMN selaku wakil pemegang saham negara, maka harus memberhentikan mantan napi korupsi (Emir Moeis)," ujarnya.
Melanggar Prinsip Tata Kelola Pemerintahan
Senada, Indonesia Corruption Watch (ICW) juga mengkritik penunjukan mantan terpidana kasus korupsi PLTU itu sebagai komisaris anak usaha BUMN PT Pupuk Indonesia (Persero).
Koordinator ICW Adnan Topan Husodo mempertanyakan figur selain Moeis yang lebih berkompeten untuk menduduki jabatan tersebut. Menurut Adnan, penunjukan ini melanggar prinsip dasar pemerintahan yang kredibel.
"Masa enggak ada calon lain yang lebih kredibel untuk ditunjuk? Kok sepertinya kita kekurangan orang yang bagus, bersih, dan kompeten. Itu sudah melanggar prinsip dasar dari pemerintahan yang kredibel," kata Adnan kepada awak media, Kamis, 5 Agustus 2021.
Adnan menilai, penunjukan Emir Moeis sebagai komisaris perusahaan tersebut menunujukkan adanya kemunduran dalam pengelolaan BUMN oleh pemerintah.
"Saya kira memang ada kemunduran dalam pengelolaan BUMN kita ya. Karena adanya pembiaran soal rangkap jabatan yang masif, korupsi yang kerugiannya harus ditambal oleh APBN melalui skema-skema tertentu, termasuk merekrut komisaris (pengawas) dari latar belakang eks napi korupsi," ujarnya
Oleh karena itu, Adnan mengaku tak heran apabila sebagian besar BUMN tidak menghasilkan kinerja yang baik.
Terlebih, menurut dia, penunjukan Emir Moeis ini seakan merupakan bentuk pemakluman terhadap tindak pidana korupsi. Sebab, eks narapidana korupsi bisa kembali menduduki jabatan publik usai menjalani hukuman.
"Jadi saya kira ada pemakluman terhadap korupsi yang membuat para eks napi korupsi bisa menjadi pejabat publik lagi," imbuhnya.
Korupsi PLTU
Mantan anggota Komisi VIII DPR RI Izederik Emir Moeis sebelumnya pernah divonis tiga tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider tiga bulan kurungan karena terbukti menerima gratifikasi dari proyek pembangunan proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Tarahan di Lampung tahun 2004.
Mengutip tuntutan KPK, Emir Moeis dituntut telah menerima suap menerima suap US$375 ribu berikut bunga dari Alstom Power Incorporated (Amerika Serikat) melalui Presiden Direktur Pacific Resources Inc., Pirooz Muhammad Sharafih. Sebelumnya dalam dakwaan Emir didakwa menerima US$423.985.
Pemberian uang itu dimaksudkan agar Emir yang duduk di Komisi VII yang membidangi energi, dapat membantu memenangkan konsorsium Alstom Inc., Marubeni Corporation (Jepang), dan PT Alstom Energy System (Indonesia) dalam pembangunan enam bagian PLTU Tarahan, Lampung.
KPK menuntut Emir Moeis dengan hukuman 4 tahun 6 bulan. Namun majelis hakim menjatuhkan vonis tiga tahun penjara.