Umat Bahai Terkendala di Pencatatan Kependudukan yang Setara
- bbc
Ucapan selamat Hari Raya Naw-Ruz 178 EB kepada umat Baha`i dari Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas bukan hanya menuai polemik, tapi juga mendorong perlunya perlindungan dan perbaikan layanan terhadap kelompok agama minoritas.
Sejauh ini, umat Baha`i mengakui masih terkendala mendapatkan pencatatan kependudukan yang setara. Hal ini berujung pada persoalan akta kelahiran, pernikahan, hingga catatan kematian yang berimplikasi anak tidak bisa sekolah, hingga dicap `kumpul kebo`.
Kalangan aktivis HAM menilai jika hal ini tak dilanjutkan dengan langkah konkret, maka ucapan itu hanya "sekadar menjadi gimik, yang akan kita lupakan, dan diskriminasi akan terus berlanjut".
Sementara Kementarian Agama berupaya mendorong perubahan regulasi dan meningkatkan layanan kepada umat agama minoritas, mereka mengaku mendapat tantangan dalam koordinasi antar kementerian dan lembaga.
Video ucapan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas "Selamat Hari Raya Naw-Ruz 178 EB kepada umat Baha`i" menuai polemik di masyarakat. Banyak yang mendukung, tapi tak sedikit yang menganggap agama Baha`i sebagai ajaran sesat.
Pandangan miring ini berbahaya, bukan hanya mengundang diskriminasi tapi juga kekerasan terhadap pemeluk agama minoritas.
Menurut Direktur Paritas Institute, lembaga yang fokus pada keberagaman dan hak asasi manusia, Penrad Siagian, pandangan tersebut berasal dari kesalahpahaman mengenai posisi agama; ada yang resmi atau tidak resmi, yang ia sebut "tidak ada terminologi, atau landasan konstitusinya."
"Tugas besar bagi kita bersama, terutama Kementerian Agama untuk terus memberikan edukasi kepada masyarakat tentang kesalahpahaman terhadap posisi-posisi agama dan kepercayaan," kata Penrad.
Ia melanjutkan, polemik ucapan selamat hari raya kepada umat Baha`i ini juga perlu ditindaklanjuti pemerintah dengan perubahan aturan-aturan yang ia pandang masih diskriminatif terhadap kelompok agama minoritas.
Menurut Penrad, selama ini pemeluk agama-agama minoritas seperti Baha`i kerap mendapat perlakuan tak setara, khususnya dalam layanan publik. Ia mencontohkan, pemeluk agama minoritas masih mengalami perbedaan dalam pengisian kolom KTP, yang masih dipertahankan pemerintah hingga saat ini.
"Kalau sekadar [ucapan] selamat saja, ini akan sekadar menjadi gimik, yang akan kita lupakan dan diskriminasi akan terus berlanjut," lanjut Penrad.