Tes Keperawanan bagi Calon Prajurit KOWAD Dihapus, Kata HRW
- abc
Lembaga Hak Asasi Manusia, Human Rights Watch mengatakan tampaknya Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat tidak akan lagi melakukan tes keperawanan bagi perempuan yang mendaftar untuk menjadi tentara.
Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Andika Perkasa bulan lalu mengatakan tes kesehatan bagi prajurit perempuan tidak akan berbeda dengan apa yang dilakukan pada tentara pria.
"Pemeriksaan kesehatan terhadap calon prajurit untuk KOWAD akan sama dengan tes kesehatan untuk prajurit TNI AD," kata Jenderal Andika dalam kanal YouTube milik TNI.
"Pemeriksaan kesehatan yang tidak relevan dalam pendaftaran prajurit tidak akan dilakukan lagi.
Jenderal Andika Perkasa juga mengatakan pemeriksaan kesehatan juga tidak akan dilakukan terhadap calon istri atau calon suami para prajurit.
ABC berusaha mendapatkan keterangan resmi dari TNI, tapi sampai berita ini diturunkan belum mendapatkan jawaban.
Andy Yentriyani Kepala Komnas Perempuan mengatakan kepada ABC bahwa mereka menghargai perubahan yang diusulkan, hal yang sudah diberitakan luas di media lokal.
"Kebijakan ini akan memberi sumbangan besar berakhirnya sikap diskriminatif terhadap perempuan,," kata Andy Yentriyani.
"Namun, pandangan itu harus diresmikan dalam dokumen tertulis dan diharapkan akan juga diikuti oleh angkatan lain dalam TNI.
Praktik tes keperawanan sudah dilakukan lebih dari 50 tahun
Menurut laporan Human Rights Watch (HRW) yang dikeluarkan minggu ini, TNI sudah melakukan tes keperawanan terhadap calon prajurit perempuan selama berpuluh-puluh tahun.
Staf HRW untuk Indonesia Andreas Harsono mengatakan bahwa dalam tes kesehatan bagi mereka yang ingin menjadi prajurit, pemeriksa akan memasukkan dua jari ke vagina untuk mengetahui apakah mereka masih perawan atau tidak.
Dia mengatakan HRW memiliki hasil pemeriksaan dari dokter militer di mana ada bagian 'ginekologi dan kandungan' untuk menentukan hasil pemeriksaan selaput dara masih perawan atau tidak
Andreas Harsono mengatakan, berdasarkan pengumuman KSAD Jendral Andka, berarti tes keperawanan tersebut akan dihentikan paling tidak di TNI AD.
Namun, meskipun menurutnya aturan ini sudah berlaku resmi di TNI AD, belum jelas apakah hal tersebut akan dijalankan di seluruh Indonesia.
"Seorang polwan yang sudah pensiun pernah mengatakan bahwa dia pertama kali menjalani tes keperawanan di tahun 1965," kata Andreas kepada ABC.
"Kami juga mewawancarai mereka yang pernah mengalami hal yang sama di tahun 1970-an, 1980-an, sampai tahun 2012, dan 2013.
"Ini berarti tes yang tidak punya dasar keilmuan, bersifat diskriminatif dan sangat menggangu ini sudah berlangsung selama lebih dari 50 tahun."
Bulan April lalu, Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Muda Anwar Saadi mengatakan kepada Komnas Perempuan bahwa TNI tidak pernah melakukan praktik tes keperawanan sebagai bagian dari tes kesehatan.
Yang dilakukan adalah tes keperawanan sebagai catatan dan bukan karena alasan 'moral'.
"Tes keperawanan adalah bagian dari tes kesehatan dan tidak menentukan status seorang perempuan untuk menjadi tentara," katanya.
HRW pertama kali melaporkan bahwa TNI melakukan tes keperawanan di tahun 2014.
"Jajaran Polda Metro Jaya yang pertama kali menghentikan hal tersebut setelah adanya perintah Kapolda di tahun 2014," kata Andreas.
"Saya masih mendengar tes ini masih dilakukan di provinsi lain, seperti di Kalimantan Barat, namun protes perlahan hilang dari kalangan polisi."
Andreas Harsono mengatakan TNI harus mengakui bahwa 'kekerasan berdasarkan gender' telah terjadi lewat tes keperawanan yang dilakukan terhadap calon prajurit perempuan.
Dia mengatakan ini bisa menjadi pelajaran bagi generasi mendatang.
"TNI akan berjasa bagi bangsa ini bila memasukkan hak perempuan dalam petunjuk pelatihan militer termasuk praktik yang tidak berdasarkan keilmuan yang pernah dilakukan."
Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News.